BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Struktur keuangan mempengaruhi tingkat
resiko dan besarnya arus pendapatan. Pengetahuan tentang biaya modal dan
bagaimana biaya ini diperngaruhi oleh leverage
keuangan, akan berguna dalam pengambilan keputusan dibidang struktur modal.
Selain itu biaya modal merupakan konsep penting dalam analisis investasi karena
dapat menunjukkan tingkat minimum laba investasi yang harus diperoleh dari
investasi tersebut. Jika investasi itu tidak dapat menghasilkan laba investasi
sekurang-kurangnya sebesar biaya yang ditanggung maka investasi itu tidak perlu
dilakukan. Lebih mudahnya, biaya modal merupakan rata-rata biaya dana yang akan
dihimpun untuk melakukan suatu investasi. Dapat pula diartikan bahwa biaya
modal suatu perusahaan adalah bagian yang harus dikeluarkan perusahaan untuk
memberi kepuasan pada para investornya pada tingkat risiko tertentu.
Biaya modal (cost of capital) mempunyai
dampak yang besar terhadap nilai suatu perusahaan multinasional (MNC). Untuk
mendanai kegiatannya, MNC menggunakan struktur modal (yaitu proporsi antara
hutang dan modal) yang dapat meminimalkan biaya modalnya, dan dengan demikian
memaksimalkan nilai MNC.
1.2 Permasalahan
Permasalahan yang dibahas dalam makalah ini, antara lain:
1.
Bagaimana karakteristik perusahaan dan
negara mempengaruhi biaya modal MNC?
2.
Mengapa terdapat perbedaan dalam biaya
modal antara berbagai negara?
3.
Bagaimana karakteristik perusahaan dan
negara dipertimbangkan oleh MNC pada saat menemukan struktur modalnya?
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini, antara lain:
1.
Untuk dapat menjelaskan bagaimana
karakteristik perusahaan dan negara mempengaruhi biaya modal MNC.
2.
Untuk dapat menjelaskan mengapa
terdapat perbedaan dalam biaya modal antara berbagai negara
3.
Untuk dapat menjelaskan bagaimana
karakteristik perusahaan dan negara dipertimbangkan oleh MNC pada saat
menemukan struktur modalnya
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Biaya
Modal & Struktur
Modal
2.1.1
Biaya Modal
Definisi Modal adalah dana yang
digunakan untuk membiayai pengadaan aktiva dan operasi perusahaan. Modal
terdiri dari item-item yang ada di sisi kanan suatu neraca, yaitu hutang, saham
biasa, saham preferen, dan laba ditahan. Setiap peningkatan total aktiva harus
didanai dengan peningkatan dari satu atau lebih komponen modal.
Menurut Hanafi (2003:338),
Biaya Modal ialah tingkat keuntungan minimal yang harus diperoleh oleh suatu
investasi agar nilai perusahaan tidak turun.
Istilah biaya modal sering digunakan yang dapat dipertukarkan dengan
tingkat pengembalian yang diiginkan
perusahaan, tingkat batas investasi baru, tingkat diskonto untuk mengevaluasi
suatu perusahaan baru dan biaya peluang pendanaan perusahaan. Istilah apapun yang digunakan, konsep
dasarnya sama. Biaya modal merupakan
tingkat yang harus didapat pada sebuah proyek investasi baru jika proyek
tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan nilai investasi pemegang saham
biasa. Biaya modal juga merupakan dasar
yang sesuai untuk mengevaluasi kinerja periodik sebuah divisi bahkan seluruh
perusahaan.
Menurut
Keown (2010:4), biaya modal keseluruhan perusahaan mencerminkan kombinasi biaya
dari seluruh sumber pendanaan yang digunakan perusahaan. Maka disebut biaya modal keseluruhan ini
sebagai biaya modal rata-rata tertimbang
(weighted average cost of capital)
merupakan rata-rata biaya setelah pajak dari masing-masing sumber modal yang
digunakan oleh perusahaan untuk mendanai suatu proyek. Bobot mereka mencerminkan proporsi dari total
pendanaan yang digalang bagi masing-masing sumber.
Biaya modal mempunyai dampak yang besar
terhadap nilai suatu perusahaan multinasional (MNC). Untuk mendanai kegiatannya, MNC menggunakan
struktur modal (yaitu proporsi antara hutang dan modal) yang dapat meminimalkan
biaya modalnya, dan dengan demikian memaksimalkan nilai MNC.
2.1.2
Struktur Modal
Struktur
modal memiliki pengertian yang lebih sempit dari struktur keuangan. Struktur
modal menunjukkan komposisi penggunaan dana jangka panjang. Sementara struktur
keuangan menunjukkan komposisi seluruh dana, baik jangka pendek maupun jangka panjang,
yang digunakan untuk membelanjai kekayaan perusahaan. Secara umum, jenis dana
yang dipakai perusahaan dapat dibedakan menjadi utang dan modal sendiri/ekuiti.
Teori
struktur modal pada hakikatnya berusaha menjawab pertanyaan, apakah perbedaan struktur
modal memiliki pengaruh terhadap biaya modal perusahaan. Keputusan struktur
modal relevan untuk dipertimbangkan, jika memiliki pengaruh terhadap biaya
modal, dan sebaliknya menjadi tidak relevan jika tidak berpengaruh apa-apa.
Perumusan teori struktur modal, umunya dimulai dengan mengasumsikan
bahwa terdapat pasar modal yang sempurna. Kondisi yang melandasi terciptanya
pasar modal yang sempurna adalah:
1. Tidak ada pajak
2. Perubahan komposisi utang dan ekuiti dapat
dilakukan secara langsung karena tidak ada biaya transaksi
3. Seluruh keuntungan perusahaan dibagikan
sebagai dividen
4. Semua pemodal memiliki pengharapan yang
seragam terhadap distribusi keuntungan perusahaan
5.
Keuntungan
operasi bersifat konstan atau tetap
Dalam Yulianti & Prasetyo (2002: 238),
ada 2 (dua) pendekatan berbeda yang digunakan berkaitan dengan hal ini yaitu
pendekatan tradisional dan pendekatan Modigliani-Miller
(MM) antara lain:
Pendekatan tradisional. Pendekatan ini menyatakan bahwa dalam kondisi pasar modal yang sempurna,
keputusan struktur modal menjadi relevan. Perusahaan dapat menurunkan biaya
modalnya dengan menambah jumlah hutang, meskipun biaya modal sendiri akan
bertambah besar. Hal ini karena biaya hutang lebih rendah dari biaya modal
sendiri. Tetapi seiring dengan semakin banyaknya jumlah hutang (disebut sebagai
tingkat leverage yang semakin tinggi)
maka selain biaya modal sendiri bertambah tinggi, biaya hutang juga mengalami
kenaikan. Akibatnya, biaya modal perusahaan secara keseluruhan akan bertambah
besar. Perusahaan harus menentukan tingkat leverage
yang mampu mengoptimalkan biaya modalnya.
Pendekatan MM.
Pendekatan ini bertolak belakang dengan pendekatan tradisional, yaitu bahwa
dalam kondisi terdapat pasar modal yang sempurna, keputusan struktur modal
menjadi tidak relevan. Biaya modal secara keseluruhan tidak akan berubah,
berapapun tingkat leverage
perusahaan. Dengan demikian dalam pasar modal yang sempurna, tidak ada struktur
modal yang optimal. Menurut MM, keputusan struktur modal menjadi relevan
apabila terdapat pasar modal yang tidak sempurna (misalnya ada pajak dan risiko
kebangkrutan). Dalam kondisi ini perusahaan perlu menentukan tingkat leverage yang tepat untuk memperoleh
struktur modal yang optimal, yaitu struktur modal yang memberikan biaya modal
rata-rata tertimbang terendah. Struktur modal yang optimal bervariasi, sesuai
dengan karakteristik kegiatan perusahaan. Perusahaan yang memiliki aliran kas
stabil, mungkin dapat menggunakan levarage
yang lebih tinggi dari perusahaan dengan aliran kas yang kurang stabil.
Secara
matematis, biaya modal rata-rata tertimbang dapat dicari dengan persamaan
berikut:
|
Persamaan tersebut menunjukkan perbandingan jumlah hutang dan modal
sendiri dalam struktur modal perusahaan. Biaya hutang perlu dikalikan dengan
(1-t), karena pembayaran bunga dapat dipakai untuk menghemat pembayaran pajak.
Besarnya kc akan menentukan tingkat keuntungan minimum yang harus
dihasilkan oleh sebuah proyek investasi. Dalam hal ini, kc berfungsi
sebagai batasan untuk menilai kelayakan proyek secara ekonomis. Apabila tingkat
keuntungan lebih kecil dari kc,
berarti proyek tidak layak untuk dikerjakan. Kondisi ini antara lain
akan ditunjukkan oleh nilai sekarang bersih proyek yang negatif.
Bagi
investor, WACC adalah tingkat pengembalian yang diharapkan atas dana yang
ditanamkan. WACC juga mewakili risiko / opportunity yang investor pertaruhkan
dalam menginvestasikan uangnya. Pepatah lama berkata “High Risk, High Gain”,
semakin besar risiko yang akan dihadapi maka tingkat pengembalian yang
diharapkan semakin besar juga.
Dalam
struktur modal MNC jelas akan beda dengan struktur modal perusahaan domestik.
Dimana keuntungannya perusahaan multinasional bisa memanfaatkan utang yang
lebih banyak sehingga bisa menurunkan biaya modal. Dalam perusahaan domestik
kenaikan utang akan mempercepat kebangkrutan, sedangkan pada perusahaan
multinasional kenaikan utang tidak akan secepat perusahaan domestik dalam
menaikkan biaya kebangkrutan. Trade off antara keunggulan hutang dan
kelemahannya diilustrasikan dalam gambar berikut.
Gambar 2.1
Mencari Struktur Modal yang Tepat
2.2 Karakteristik Perusahaan Multinasional yang Mempengaruhi Biaya Modal
Faktor-faktor yang berhubungan dengan MNC
yang dapat mempengaruhi biaya modalnya yaitu :
a.
Besar
Perusahaan
Pihak
Kreditur akan memberikan tarif istimewa kepada Debitur yang meminjam uang dalam
jumlah besar. Semakin besar Perusahaan, maka dana yang dibutuhkan baik untuk modal atau
ekspansi juga semakin besar. Karena MNC
memiliki jangkauan operasi yang lebih luas dari perusahaan domestik, maka
peluangnya untuk tumbuh lebih cepat semakin besar. Dengan demikian MNC lebih
mampu menekan biaya modalnya karena memperoleh perlakuan istimewa dari pemilik
dana.
b.
Akses
Ke Pasar Modal Internasional
Kemampuan untuk mengakses ke pasar modal
internasional sangat bermanfaat bagi perusahaan, khususnya MNC, yang umumya
memiliki keunggulan untuk mengakses ke pasar modal internasional dari
perusahaan domestik, pada kondisi ini MNC lebih mampu untuk menekan biaya modalnya.
c.
Diversifikasi
Internasional
MNC
berbeda dengan perusahaan domestik karena jaringan MNC sudah terdiversifikasi
di beberapa negara dimana akan lebih tahan menghadapi perubahana situasi yg
tidak menguntungkan di suatu negara, karena sumber dananya tidak terkonsentrasi
hanya pada satu negara saja, berbeda dengan perusahaan domestik karena hanya
terkonsentrasi pada satu negara saja. Kondisi ini membuat resiko kebangkrutan
MNC lebih rendah dari perusahaan domestik.
d.
Risiko
Valuta Asing
Fluktuasi kurs valuta asing dapat
mengakibatkan variabilitas aliran kas MNC lebih besar dari perusahaan Domestik.
Hal ini mengakibatkan ketidakpastian terbayarnya bunga dan pokok utang, serta
memperbesar kemungkinan perusahaan untuk bangkrut. Kondisi ini membuat pemodal
menaikkan tingkat keuntungan yang diisyaratkan. Sehingga biaya modal MNC akan
lebih tinggi dari perusahaan domestik.
e.
Risiko
Negara
Perusahaan
anak MNC yang ada di luar negeri menghadapi resiko dinasionalisasi oleh
pemerintah. Apabila kompensasi yang diberikan tidak sepadan dengan kerugian
yang diderita, perusahaan terancam untuk bangkrut. Semakin besar proposisi
asset MNC diluar negeri, maka resiko kebangkrutan akan semakin tinggi. Resiko
lain yg dihadapi oleh MNC ialah perubahan peraturan yang berimplikasi negatif
bagi MNC .
Gambar 2.2
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan MNC yang
Mempengaruhi Biaya Modal
Secara umum, 3 faktor pertama memiliki hubungan
positif dengan biaya modal perusahaan multinasional, sementara risiko nilai
tukar dan risiko negara memiliki hubungan negatif. Jika dikaitkan dengan
struktur modal perusahaan multinasional.
2.3 Perbandingan Biaya Modal dengan
Menggunakan Capital Asset Pricing Model (CAPM)
Untuk menilai
bagaimana tingkat pengembalian yang diinginkan perusahaan multinasional berbeda
dari tingkat pengembalian yang diinginkan oleh perusahaan domestik murni,
capital asset pricing model (CAPM) dapat diterapkan. CAPM mendefinisikan
tingkat pengembalian yang diinginkan ( ke ) dari saham sebagai:
ke = Rf + β (Rm – Rf)
Dimana :
ke = Tingkat pengembalian ekuitas yang diharapkan
Rf = Tingkat pengembalian bebas risiko
Rm = Tingkat
pengembalian pasar
β = Beta dari
saham
Dalam rumus di atas terlihat bahwa besarnya tingkat pengembalian ekuitas
yang diharapkan (ke) dipengaruhi antara lain oleh tingkat
pengembalian pasarnya (Rm). Besarnya pengaruh tingkat pengembalian
pasar terhadap return saham individual tergantung pada besarnya koefisien beta
saham (β). Beta merupakan koefisien yg menunjukkan sensitivitas tingkat
keuntungan sekuritas (saham) terhadap perubahan pasar. Apabila Beta = 1,00
artinya suatu saham memiliki standar deviasi atau risiko yang sama dengan
risiko rata-rata pasar.
CAPM menyiratkan bahwa tingkat
pengembalian yang diinginkan dari saham sebuah perusahaan merupakan fungsi
positif dari (1) suku bunga bebas-risiko, (2) tingkat pengembalian pasar, dan
(3) beta dari saham. Beta mewakili sensitivitas pengembalian dari saham
terhadap pengembalian pasar (indeks harga saham biasanya digunakan sebagai
pengganti tingkat pengembalian pasar). Sebuah perusahaan multinasional tidak
memiliki kontrol apapun terhadap suku bunga bebas-risiko atau tingkat
pengembalian pasar, tetapi mampu mempengaruhi betanya. Perusahaan multinasional
yang mampu menaikkan volume penjualan di luar negeri akan mampu menurunkan beta
dari sahamnya, dengan demikian, mengurangi tingkat pengembalian yang diinginkan
oleh para investor. Jadi biaya modal perusahaan multinasional akan menurun jika
volume penjualannya meningkat.
Pendukung-pendukung CAPM mengemukakan
bahwa beta dari proyek dapat digunakan untuk menentukan required rate of return
dari proyek. Beta dari proyek mewakili sensitivitas dari aliran kas (yang
dihasilkan proyek) terhadap kondisi pasar. Sebuah proyek yang aliran kasnya
terisolasi dari kondisi pasar akan memiliki beta yang rendah.
Bagi sebuah perusahaan multinasional yang
sangat terdiversifikasi, yang menerima arus kas yang dihasilkan oleh beberapa
proyek, tiap proyek mengandung dua tipe risiko: (1) gejolak arus kas
non-sistematis yang unik bagi perusahaan, dan (2) risiko sistematis. Teori CAPM
menyatakan bahwa risiko non-sistematis dari proyek dapat diabaikan, karena
dapat didiversifikasikan. Tetapi, risiko sistematis tidak dapat didiversifikasikan,
karena mempengaruhi semua proyek dengan cara yang sama. Semakin rendah beta
dari proyek, semakin rendah risiko sistematis dari proyek, dan semakin rendah
tingkat pengembalian yang diinginkan dari proyek semacam itu. Jika proyek
perusahaan multinasional memperlihatkan beta yang lebih rendah daripada proyek
perusahaan domestik murni, maka tingkat pengembalian yang diinginkan dari
proyek MNC seharusnya lebih rendah. Jika tingkat pengembalian yang diinginkan
rendah, berarti biaya modal juga rendah.
Teori capital asset pricing (CAP) dengan
demikian mendukung anggapan bahwa biaya modal dari perusahaan multinasional
secara umum lebih rendah daripada biaya modal perusahaan domestik, karena
alasan-alasan yang telah disajikan. Meskipun begitu, harus ditekankan di sini
bahwa risiko non sistematis dari proyek tetap dipandang relevan oleh sejumlah
perusahaan multinasional. Dan jika risiko ini juga diperhitungkan dalam menilai
risiko dari proyek, tingkat pengembalian yang diinginkan dari proyek MNC belum
tentu lebih rendah daripada tingkat pengembalian yang diinginkan proyek
perusahaan domestik murni. Bahkan, sebuah proyek berskala besar dalam negara
berkembang yang kondisi politiknya sangat labil dan memiliki country risk yang
tinggi akan dianggap sangat berisiko oleh banyak perusahaan multinasional,
sekalipun arus kas yang akan dihasilkan oleh proyek ini tidak merniliki
korelasi dengan pasar AS. Hal ini menyiratkan bahwa perusahaan multinasional
mungkin memandang risiko non-sistematis sebagai faktor yang penting pada saat
menentukan tingkat pengembalian yang diinginkan dari proyek luar negeri.
Jika diasumsikan bahwa pasar-pasar
tersegmentasi satu sama lain, bisa dibenarkan untuk menggunakan pasar AS saat
mengukur beta dari proyek milik MNC AS. Jika investor-investor AS
menginvestasikan sebagian dari mereka di AS, investasi mereka secara sistematis
dipengaruhi oleh pasar AS. Perusahaan multinasional yang mengimplementasikan
proyek ber-beta rendah mungkin mampu menurunkan beta mereka sendiri (yaitu,
sensitivitas dari harga saham mereka terhadap indeks pasar). Perusahaan yang
memiliki beta yang rendah akan lebih menarik di mata investor AS karena
menawarkan banyak manfaat diversifikasi.
Karena pasar-pasar semakin terintegrasi
dari waktu ke waktu, seseorang mungkin berpendapat bahwa pasar global merupakan
pasar yang lebih tetap daripada pasar AS bagi perusahaan multinasional AS.
Yaitu, jika investor membeli saham dari banyak negara, nilai investasi mereka
akan sangat dipengaruhi oleh kondisi pasar global, tidak hanya kondisi pasar
AS. Konsekuensinya, mereka lebih suka berinvestasi dalam perusahaan yang
memiliki sensitivitas yang rendah terhadap kondisi pasar global untuk
mendapatkan lebih banyak manfaat diversifikasi. Perusahaan multinasinasional
yang mampu mengimplementasikan proyek yang agak terisolasi dari kondisi pasar
global akan dianggap sebagai wahana investasi yang lebih menarik oleh para
investor.
Meskipun pasar-pasar semakin terintegrasi,
investor AS masih cenderung berfokus pada saham-saham AS, mungkin karena
rendahnya biaya transaksi dan biaya pengumpulan informasi. Jadi, investasi
mereka dipengaruhi secara sistematis oleh kondisi pasar AS; hal ini menyebabkan
mereka sangat memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi pasar AS.
Kesimpulannya, kita tidak dapat menyatakan
secara pasti bahwa perusahaan multinasional akan merniliki biaya modal yang
lebih rendah daripada perusahaan domestik murni yang beroperasi dalam industri
yang sama. Tetapi, kita dapat menggunakan pembahasan ini untuk memahami mengapa
sebuah perusahaan multinasional berusaha mengambil keuntungan penuh dari
aspek-aspek tertentu yang akan menurunkan biaya modalnya dan sebaliknya,
meminimisasi exposure terhadap aspek-aspek yang akan menaikkan biaya modalnya.
Tingkat Keuntungan Yang Disyaratkan Untuk Proyek Luar Negeri
CAPM mengatakan resiko sistematis adalah
resiko yang relevan, yang perlu dihargai dalam penentuan tingkat keuntungan
yang disyaratkan. Dari sudut pandang investasi total, investasi luar negeri
cenderung mempunyai resiko yang lebih besar dibandingkan dengan investasi
domestik, dimana investasi luar negeri melibatkan resiko politik dan resiko
perubahan kurs yang tidak dijumpai dalam investasi domestik.
Tingkat ketergantungan investasi luar
negeri dan dalam negeri terhadap faktor bersama dunia akan menentukan diversifikasi
bisa efektif mengurangi resiko tidak sistematis dimana derajat diversifikasi
ditentukan oleh karakteristik permintaan produk. Dari hal diatas dapat
diasumsikan bahwa diversifikasi oleh perusahaan multinasional dalam melakukan
investasi luar negeri, memberikan manfaat yang tidak bisa diperoleh oleh
investor yang melakukan diversifikasi pada tingkat domestik.
2.4 Biaya Modal di berbagai Negara
Pemahaman tentang mengapa biaya modal
bervariasi antar negara penting untuk tiga alasan. Pertama, hal ini dapat
menjelaskan mengapa perusahaan multinasional yang berbasis di sejumlah negara
memiliki keunggulan kompetitif atas MNC yang lain. Seperti halnya perbedaan
dalam teknologi atau sumber daya, biaya modal antar negara juga berbeda. Hal
ini memungkinkan sejumlah perusahaan multinasional untuk menaikkan pangsa pasar
global mereka dengan mudah. Kedua, perbedaan biaya modal antar negara
memungkinkan perusahaan multinasional untuk menyesuaikan operasi internasional
dan sumber dana mereka dalam rangka mengambil keuntungan dari perbedaan
tersebut. Ketiga, pemahaman mengenai perbedaan-perbedaan dalam biaya dari
masing-masing komponen modal (hutang dan ekuitas) dapat membantu menjelaskan
mengapa perusahaan multinasional yang berbasis di sejumlah negara cenderung
memiliki struktur modal yang lebih padat-hutang daripada perusahaan
multinasional yang berbasis di negara-negara yang lain. Perbedaan-perbedaan
dalam biaya hutang antar negara akan dijelaskan terlebih dahulu, yang diikuti
dengan penjelasan tentang perbedaan-perbedaan dalam biaya ekuitas.
1)
Perbedaan dalam biaya hutang
Biaya dari
hutang (cost of debt) bagi sebuah
perusahaan sangat ditentukan oleh suku bunga bebas-risiko dari valuta yang
dipinjam dan premium risiko yang diminta oleh kreditor. Biaya hutang mungkin
lebih tinggi di sejumlah negara dibanding negara-negara lain karena tingginya
suku bunga bebas risiko, atau karena premium risiko yang diminta lebih tinggi.
Berikut adalah penjelasan mengenai perbedaan dalam suku bunga bebas-risiko dan
premium risiko.
a.
Perbedaan dalam suku bunga bebas-risiko
Tingkat bunga bebas risiko ditentukan oleh interaksi
antara penawaran dan permintaan dana. Setiap faktor yang mempengaruhi penawaran
dan permintaan dana akan menentukan tingkat bunga bebas risiko. faktor-faktor
tersebut antara lain:
1.
Peraturan perpajakan
Ketentuan-ketentuan
perpajakan di sejumlah negara dirancang untuk mendorong orang agar lebih banyak
menabung, yang bisa mempengaruhi penawaran tabungan, dan dengan demikian, suku
bunga. Peraturan-peraturan pajak sebuah negara yang berhubungan dengan
penyusutan dan kredit pajak investasi (investment tax credit) dapat juga
mempengaruhi suku bunga melalui pengaruhnya atas permintaan dana oleh
korporasi.
2.
Karakteristik demografis
Kondisi
demografis (jumlah populasi dan sebagainya) dari sebuah negara mempengaruhi
penawaran tabungan dan permintaan terhadap dana pinjaman. Karena
kondisi-kondisi demografis berbeda antar negara, begitu juga kondisi permintaan
dan penawaran, dan dengan demikian, suku bunga nominal. Negara-negara yang
sebagian besar populasinya berusia muda cenderung memiliki suku bunga yang
tinggi karena rumah tangga berusia muda biasanya menabung sedikit dan banyak
meminjam.
3.
Kebijakan moneter
Kebijakan moneter yang diimplementasikan
tiap bank sentral mempengaruhi penawaran dana, dan tentu saja, suku bunga.
Negara-negara yang menerapkan kebijakan moneter yang longgar (sehingga
pertumbuhan uang beredar menjadi tinggi) bisa meraih suku bunga nominal yang
rendah jika mereka dapat mengendalikan laju inflasi. Namun, sejumlah pakar
menyatakan bahwa kebijakan moneter longgar akan menimbulkan peningkatan suku
bunga dengan menaikkan ekspektasi inflasi dan permintaan dana. Poin yang
relevan di sini adalah bahwa terlepas dari bagaimana suatu kebijakan moneter
mempengaruhi suku bunga, tiap bank sentral mengimplementasikan kebijakan
moneter yang berbeda, dan hasilnya adalah suku bunga yang berbeda di tiap
negara.
4.
Kondisi perekonomian
Karena kondisi
ekonomi mempengaruhi suku bunga, suku bunga juga akan berbeda antar negara.
Biaya dari hutang di banyak negara berkembang jauh lebih tinggi daripada biaya
hutang di negara industri, terutama disebabkan oleh kondisi ekonomi. Ekspektasi
inflasi yang tinggi di negara-negara berkembang menyebabkan para kreditor
meminta suku bunga bebas risiko yang tinggi pula.
b.
Perbedaan dalam premium risiko
Besarnya premi risiko akan ditentukan oleh keyakinan
kreditur terhadap kemungkinan tidak terbayarnya bunga dan pokok hutang. Risiko
ini antara lain disebabkan oleh:
1.
Kondisi perekonomian
Jika kondisi
ekonomi dalam suatu negara lebih stabil, risiko munculnya resesi relatif
rendah. Jadi, probabilitas sebuah perusahaan tidak mampu memenuhi
kewajiban-kewajibannya menjadi lebih rendah pula, dan premium risiko yang
diminta kreditor juga akan rendah.
2.
Kedekatan hubungan antara perusahaan
dan kreditur
Hubungan
antara korporasi dengan kreditor di sejumlah negara lebih erat daripada di
negara-negara yang lain. Di Jepang, para kreditor selalu siap mengucurkan
kredit jika sebuah korporasi mengalami masalah keuangan sehingga menurunkan
risiko illiquidity. Biaya dari masalah-masalah keuangan pada sebuah perusahaan
Jepang ditanggung dengan beragam cara oleh manajemen perusahaan, kreditor dan
pelanggan. Karena masalah-masalah keuangan tidak ditanggung sepenuhnya oleh
kreditor, semua pihak yang terlibat memiliki lebih banyak motivasi untuk
menyelesaikan masalah. Jadi kecil kemungkinan (untuk suatu jumlah hutang
tertentu) perusahaan Jepang akan pailit, sehingga kreditor di sana juga meminta
premium risiko yang lebih rendah.
3.
Intervensi pemerintah
Pemerintah di
sejumlah negara sering melakukan intervensi untuk menyelamatkan perusahaan yang
mau bangkrut. Sebagai contoh, di Inggris banyak perusahaan yang sebagian
sahamnya dimiliki pemerintah. Pemerintah tentu akan menyelamatkan perusahaan
miliknya. Bahkan, sekalipun tidak emiliki saham selembarpun, pemerintah mungkin
menyediakan subsidi langsung atau kredit kepada perusahaan yang pailit. Di AS,
bantuan dari pemerintah tidak se ring terjadi, karena pembayar pajak tidak mau
menanggung biaya dari corporate mismanagement. Walaupun pemerintah telah
beberapa kali melakukan intervensi untuk melindungi industri-industri tertentu,
tetapi kemungkinan pemerintah AS akan turun tangan menyelamatkan perusahaan
yang pailit lebih rendah dibandingkan pemerintah-pemerintah lain. Dengan
demikian, premium risiko (untuk jumlah hutang tertentu) yang diminta para
kreditor di AS lebih tinggi dibandingkan kreditor-kreditor negara lain.
4.
Derajat leverage keuangan
Perusahaan di
sejumlah negara memiliki kapasitas peminjaman yang lebih besar karena
kreditor-kreditor mereka mau mentolerir tingkat ungkitan keuangan yang lebih
tinggi. Sebagai contoh, perusahaan di Jepang dan Jerrnan memiliki tingkat
ungkitan keuangan yang lebih tinggi daripada perusahaan AS. Jika semua faktor
lain diasumsikan sama, perusahaan yang memiliki ungkitan keuangan tinggi harus
membayar premium risiko yang lebih tinggi. Tetapi, faktor-faktor lain yang
dimaksud tentu saja tidak sama. Bahkan, perusahaan ini dibolehkan untuk
menggunakan tingkat ungkitan keuangan yang lebih tinggi karena memiliki
hubungan unik dengan kreditor dan pemerintah.
Biaya modal
perusahaan utamanya ditentukan oleh risiko premium yang disyaratkan oleh
kreditur:
-
Tingkat bunga bebas risiko ditentukan
oleh interaksi penawaran dan permintaan dana. Mungkin bervariasi karena
perbedaan hukum pajak, demografi, kebijakan moneter, dan kondisi ekonomi.
-
Risiko premium memberi kompensasi pada
kreditur untuk risiko dimana peminjam tidak mampu membayar kewajibannya.
-
Risiko premium mungkin bervariasi
tergantung kondisi ekonomi yang berbeda, hubungan antara perusahaan dan
kreditur, intervensi pemerintah, dan derajat financial leverage.
-
Walaupun biaya hutang mungkin
bervariasi antar negara, terdapat korelasi positif antara tingkat biaya hutang
negara dari waktu ke waktu.
-
Biaya ekuitas negara mewakili biaya
kesempatan – apa yang pemegang saham dapat hasilkan melalui investasi dengan
tingkat risiko sama jika dana modal sendiri didistribusikan ke tempat tersebut.
-
Return ekuitas dapat diukur dengan
tingkat bunga bebas risiko ditambah dengan premium yang merefleksikan risiko
perusahaan.
-
Biaya ekuitas negara dapat juga
diestimasi dengan menggunakan price/earning multiple pada aliran laba.
-
Price/earnings multiple yang tinggi
mengimplikasikan bahwa perusahaan menerima harga yang tinggi saat menjual saham
baru untuk tingkat laba tertentu. Jadi, biaya pendanaan ekuitas, rendah.
-
Biaya hutang dan ekuitas (modal
sendiri) dapat dikombinasikan, menggunakan bobot yaitu proporsi relatif hutang
dan ekuitas, untuk menurunkan biaya modal keseluruhan.
c.
Perbedaan biaya hutang di berbagai
negara
Biaya hutang
di berbagai negara secara umum memiliki korelasi positif dari waktu ke waktu.
Biaya hutang nominal bagi perusahaan dalam masing-masing negara mencapai
puncaknya pada tahun 1980, menurun tajam selama awal tahun 1980-an, mendatar
selama akhir tahun 1980-an, dan kembali menurun se lama awal tahun 1990-an.
Perbedaan biaya hutang antar negara terutama disebabkan oleh perbedaan dalam
suku bunga bebas risiko.
Perusahaan
multinasional yang beroperasi dalam negara-negara yang memiliki biaya modal
tinggi barangkali akan dipaksa untuk menolak proyek yang mungkin layak diterapkan
oleh MNC yang beroperasi di negara-negara yang memiliki biaya modal rendah. Di
samping itu, perusahaan multinasional yang beroperasi di negara-negara yang
memiliki biaya modal tinggi mungkin bakal menjual proyek berjalan mereka jika
biaya pendanaan dianggap mulai meninggi. Sebagai contoh, Lloyd Bank dari
Inggris memutuskan untuk menjual operasi-operasi perbankan mereka yang ada di
AS pada tahun 1989. Alasan Lloyd adalah rendahnya tingkat pengembalian, dan
perusahaan dapat mendapatkan pengembalian yang setara jika mengalihkan
investasi ke dalam pasar uang Inggris. Seandainya biaya modal nominal bagi
perusahaan Inggris lebih rendah, Lloyd Bank mungkin tidak akan menjual operasi
mereka yang ada di AS.
2)
Perbedaan dalam biaya ekuitas
Biaya dari ekuitas dalam sebuah negara merefleksikan biaya oportunitas:
apa yang bisa dihasilkan pemegang-pemegang saham dari investasi yang memiliki
risiko yang setara seandainya ekuitas didistribusikan kepada mereka.
Pengembalian dari ekuitas ini dapat disetarakan dengan suku bunga bebas-risiko
yang seharusnya bisa dihasilkan oleh pemegang saham, ditambah premium yang
mencerminkan risiko dari perusahaan. Karena suku bunga bebas-risiko bervariasi
antar negara, biaya dari ekuitas dengan demikian juga bervariasi dari satu negara
ke negara lain.
Biaya dari ekuitas juga didasarkan pada peluang investasi di negara yang
bersangkutan. Dalam sebuah negara yang menyediakan banyak peluang investasi,
pengembalian potensialnya relatif tinggi, sehingga biaya oportunitas juga tinggi,
dan selanjutnya, biaya modal juga akan tinggi. Menurut McCauley dan Zimmer,
biaya ekuitas dalam sebuah negara dapat diestimasikan memakai rasio harga/laba.
Rasio harga/laba berhubungan dengan biaya modal karena rasio ini
mencerminkan proporsi harga saham perusahaan terhadap kinerja perusahaan
(yaitu, laba). Rasio harga/laba yang tinggi menyiratkan bahwa perusahaan
menerima harga yang tinggi dari penjualan saham baru untuk tingkat laba
tertentu. Artinya, biaya dari pembiayaan memakai ekuitas adalah rendah. Tetapi,
rasio harga/laba harus disesuaikan untuk memperhitungkan dampak dari inflasi,
laju pertumbuhan laba, dan faktor-faktor lain.
3)
Menggabungkan biaya hutang dan biaya
ekuitas
Besarnya biaya modal keseluruhan akan
ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
1.
Biaya hutang setelah pajak
2.
Biaya ekuiti
3.
Proporsi hutang dan ekuiti dalam
struktur modal
Biaya dari
hutang dan biaya dari ekuitas dapat digabungkan untuk menghitung biaya modal.
Proporsi hutang dan ekuitas yang digunakan oleh perusahaan dalam tiap negara
menentukan besamya biaya modal ini. Karena biaya hutang dan biaya ekuitas
berbeda antar negara, dapat dimengerti mengapa biaya modal bagi perusahaan yang
berbasis di negara-negara tertentu lebih rendah. Jepang sering disebutkan
sebagai negara yang memiliki biaya modal rendah. Jepang biasanya memiliki suku
bunga bebas-risiko rendah, yang tidak hanya mempengaruhi biaya dari hutang,
tetapi secara tidak langsung juga mempengaruhi biaya dari ekuitas. Di samping
itu, rasio harga/laba dari perusahaan Jepang umumnya tinggi, yang memungkinkan
mereka untuk mendapatkan pembiayaan ekuitas dengan biaya yang relatif murah.
Perusahaan multinasional dapat berupaya mengakses modal dari negara-negara yang
biaya modalnya rendah. Tetapi jika modal tersebut kemudian digunakan untuk
mendukung operasi-operasi yang berlokasi di negara yang lain, perusahaan
multinasional harus menanggung risiko nilai tukar. Jadi, biaya dari modal
mungkin pada akhirnya ternyata lebih tinggi dari yang diperkirakan.
2.5 Keputusan Menyangkut Struktur Modal
Keputusan struktur modal MNC mencakup pemilihan pembiayaan
modal atau ekuitas untuk seluruh anak perusahaan oleh karena itu struktur modal
keseluruhan akan merupakan kombinasi dari seluruh struktur modal anak
perusahaan. MNC memahami adanya kompensasi antara menggunakan hutang dan menggunakan ekuitas untuk
membiayai operasinya keuntungan menggunakan hutang sebanding dengan ekuitas akan
berbeda untuk tiap karakteristik perusahaan MNC dan terkait dengan Negara
dimana MNC mendirikan anak perusahaan. Sehingga karakteristik perusahaan yang
relevan untuk MNC dapat mempengaruhi struktur modalnya.
Seluruh struktur modal MNC secara esensial
merupakan kombinasi struktur modal dari tubuh induk dan anak perusahaan. Keputusan
struktur modal melibatkan pilihan pendanaan hutang versus ekuitas, dan
dipengaruhi oleh karaktristik perusahaan dan karakteristik negara.
1)
Karakteristik Perusahaan
-
Stabilitas
aliran kas. MNC dengan aliran kas yang lebih stabil dapat menangani
lebih banyak hutang.
-
Risiko Kredit. MNC yang
memiliki risiko kredit kecil memiliki lebih banyak akses kredit.
-
Akses ke laba
ditahan. MNC yang profitabel, dan MNC dengan pertumbuhan lambat
mungkin dapat mendanai sebagian besar investasinya dengan laba ditahan.
-
Jaminan hutang. Jika induk
menjamin hutang anak perusahaan, anak perusahaan mungkin dapat meminjam lebih.
-
Masalah
keagenan. Pemegang saham negara setempat mungkin memantau anak
perusahaan, yang mungkin tidak berdasarkan perspektif induk perusahaan.
2)
Karakteristik Negara
-
Pembatasan Saham. MNC di negara
dimana investor memiliki lebih sedikit kesempatan investasi mungkin dapat
meningkatkan ekuitas dengan biaya yang lebih rendah.
-
Tingkat Bunga. MNC mungkin
dapat memperoleh dana pinjaman (hutang) dengan biaya rendah di beberapa negara.
-
Kekuatan Mata
Uang. MNC cenderung meminjam dengan mata uang negara setempat
jika mereka mengharapkan mata uang tersebut melemah, sehingga mengurangi
keterbukaan mereka terhadap risiko nilai tukar.
-
Risiko Negara. Jika
pemerintah negara setempat cenderung melakukan pemblokiran dana atau penyitaan
aset, anak perusahaan mungkin lebih memilih pendanaan dengan hutang.
-
Hukum Pajak. MNC mungkin
mengunakan lebih banyak pendanaan hutang lokal jika tingkat pajak lokal
(tingkat pajak korporat) lebih tinggi.
Gambar 2.3
Dampak dari Keputusan Struktur Modal Multinasional terhadap
Nilai MNC
2.6 Interaksi
antara Keputusan Pendanaan Anak dan Induk Perusahaan
−
Peningkatan
pendanaan hutang oleh anak perusahaan
1)
Dana
internal yang lebih besar mungkin tersedia bagi induk perusahaan
2)
Kebutuhan
pendanaan hutang oleh induk perusahaan mungkin dikurangi.
3)
Komposisi
pendanaan hutang yang telah disesuaikan mungkin mempengaruhi biaya bunga pada
hutang seperti keterbukaan MNC pada risiko nilai tukar.
−
Pengurangan
pendanaan hutang oleh anak perusahaan.
1)
Dana
internal yang lebih kecil mungkin tersedia bagi induk perusahaan.
2)
Kebutuhan
pendanaan hutang oleh induk perusahaan mungkin ditingkatkan.
3)
Interaksi
antara Keputusan Pendanaan Anak dan Induk Perusahaan
4)
Komposisi
pendanaan hutang yang direvisi mungkin mempengaruhi biaya bunga pada hutang
seperti halnya seluruh keterbukaan MNC terhadap risiko nilai tukar.
Dalam interaksi antara keputusan pendanaan anak dan induk
perusahaan menggunakan struktur modal target pada basis lokal dan global, MNC
mungkin diturunkan dari struktur modal target lokal seperti yang diharuskan
oleh kondisi lokal. Namun, proporsi hutang dan pendanaan ekuitas pada satu anak
perusahaan mungkin disesuaikan untuk menutupi derajat abnormal financial
leverage pada anak perusahaan lainnya. Maka, MNC mungkin masih dapat mencapai
struktur modal target globalnya. Perlu diingat, revisi struktur modal mungkin
harus dilakukan sebagai akibat dari biaya modal yang lebih tinggi. Oleh karena
itu, terlalu tinggi atau rendahnya financial leverage seharusnya hanya
diterapkan jika keuntungan melebih seluruh biaya. Volume hutang dan ekuitas
yang diterbitkan di pasar modal bervariasi antar negara, mengindikasikan bahwa
perusahaan di beberapa negara (seperti Jepang) secara rata-rata memiliki
tingkat financial leverage yang lebih tinggi. Namun, kondisi mungkin berubah
seiring waktu. Di Jerman contohnya, perusahaan menggeser pinjaman dari bank
lokal ke menggunakan sekuritas hutang dan pasar ekuitas.
2.7 Alternatif
Sumber Pembiayaan Perusahaan Anak MNC
Sumber pembiayaan perusahaan anak MNC dapat
diklasifikasikan menjadi:
1)
Sumber pembiayaan yang diperoleh dari
kegiatan operasi perusahaan
2)
Sumber pembiayaan yang diperoleh dari
grup perusahaan
3)
Sumber pembiayaan eksternal
Pemilihan
sumber pembiayaan seharusnya mempertimbangkan ketiga hal berikut secara
bersamaan/simultan:
1)
Meminimumkan biaya modal eksternal
setelah disesuaikan dengan risiko valuta asing
2)
Mengutamakan sumber pembiayaan dari
kegiatan operasi perusahaan (internal) untuk meminimumkan floatation costs, pembayaran pajak dan risiko politik
3)
Memotivasi manajemen perusahaan anak
untuk memusatkan strategi pembiayaan pada tujuan meminimumkan biaya modal grup
(MNC secara keseluruhan).
Dalam praktek,
ketiga tujuan di atas sulit terpenuhi semuanya. Manajemen umumnya lebih
memusatkan perhatiannya pada salah satu tujuan. Prioritas penggunaan berbagai
jenis sumber pembelanjaan akan ditentukan oleh kondisi global yang dihadapi
MNC. Myers (1984) mengajukan suatu model yang disebut pecking order model. Model tersebut menyatakan bahwa dalam kondisi
yang ideal, urutan prioritas sumber pendanaan perusahaan adalah:
1)
Menggunakan sumber pembiayaan internal,
karena tidak membebani perusahaan dengan floatation
costs
2)
Apabila sumber pembiayaan internal
tidak mencukupi, perusaaan akan menggunakan hutang, karena floatation costsnya lebih kecil dari penerbitan saham baru
3)
Apabila sumber pembiayaan internal dan
hutang belum mencukupi, perusahaan akan memilih menerbitkan saham baru.
Pecking order
model disusun dengan menggunakan serangkaian asumsi, yaitu:
1)
Terdapat dunia yang hanya terdiri dua
negara, yaitu home country dan host country
2)
Struktur modal perusahaan induk sama
dengan perusahaan anak
3)
Tidak terdapat perubahan kurs antara
mata uang home country dan host country
4)
Aliran kas yang diharapkan dari
perusahaan induk sama dengan perusahaan anak
5)
Tarif pajak di home country sama dengan di host
country
6)
Tidak terdapat withholding taxes
7)
Risiko negara di home country sama dengan di host
country
8)
Tingkat bunga di home country sama dengan di host
country, karena tidak terdapat pembatasan terhadap aliran modal
internasional
9)
MNC di host country mendapat derajat pengakuan yang sama dengan di home country. Masing-masing perusahaan
menerbitkan sahamnya di pasar modal lokal.
10) Perusahaan induk
bukan merupakan penjamin perusaaan anak. Masing-masing merupakan badan usaha
yang terpisah.
11) Informasi yang
tersedia secara cuma-cuma di seluruh dunia.
Mengamati asumsi-asumsi dari pecking order model, terlihat ada beberapa yang tidak sesuai dengan
realita. Ketidaksempurnaan pasar akan mempengaruhi urutan prioritas pemilihan
sumber pembiayaan.
Gambar 2.4
Dampak Berbagai
Kondisi Internasional Terhadap Pemilihan Sumber Dana
BAB 3
KESIMPULAN
Keputusan struktur modal memberikan dampak yang besar
terhadap nilai perusahaan. Teori struktur modal berusaha mengetahui pengaruh
keputusan struktur modal terhadap biaya modal. Keputusan struktur modal relevan
untuk dipertimbangkan, apabila mempengaruhi biaya modal perusahaan.
Besarnya biaya modal perusahaan akan
ditentukan oleh biaya modal setiap jenis dana yang digunakan dan proporsinya
dalam struktur modal. Secara umum, terdapat dua jenis dana yaitu ekuiti dan
hutang. Biaya ekuiti dapat dicari dengan menggunakan modal kapitalisasi
dividen, CAPM dan PER. Sementara biaya hutang akan ditentukan oleh persepsi
kreditur terhadap kemampuan perusahaan untuk membayar bunga dan pokok hutang
tepat pada saatnya.
Keputusan struktur modal harus disesuaikan
dengan karakteristik usaha. MNC perlu mempertimbangkan faktor-faktor dalam host countries sebelum memutuskan,
apakah sebaiknya target struktur modal ditetapkan dalam lingkup global atau
lokal. MNC dapat menetapkan bahwa struktur modal global dan
mengkompensasikannya dengan struktur modal lokal perusahaan anak yang lain,
untuk mendapatkan struktur modal setelah konsolidasi yang sesuai dengan target
struktur modal global.
MNC dapat menggunakan berbagai sumber
pendanaan untuk membiayai operasi perusahaan anak. Pecking order model menyatakan bahwa pemilihan sumber pembiayaan
MNC akan mengikuti suatu urutan prioritas tertentu, yang akan ditentukan oleh
kondisi global yang dihadapinya. Pemilihan sumber pembiayaan seharusnya
memperhatikan berbagai tujuan yang ingin dicapai secara simultan. Dalam
praktek, manajer umumnya lebih memusatkan perhatiannya pada salah satu tujuan.
No comments:
Post a Comment