Wednesday 6 January 2016

Social Commerce



BAB I
PENDAHULUAN

      1.1 Latar Belakang

      Perkembangan dunia usaha dewasa ini sudah semakin maju  karena intensifitas penggunaan  teknologi yang semakin inovatif mendukung kegiatan transaksional menjadi lebih efisien. Dalam bidang perdagangan, adanya teknologi internet atau cybernet memungkinkan transaksi bisnis tidak hanya dilakukan secara langsung (face to face, direct selling), melainkan dapat menggunakan teknologi ini.  Media internet sendiri mulai banyak dimanfaatkan sebagai media aktivitas bisnis terutama karena kontribusinya terhadap efisiensi. Efisiensi merupakan salah satu keuntungan dalam transaksi melalui media internet karena penghematan waktu, baik karena tidak perlunya penjual dan pembeli bertemu secara langsung, tidak adanya kendala transportasi dan juga sistem pembayaran (payment) yang mudah.  Tak ayal,  kebanyakan pebisnis cenderung memilih kegiatan transaksi bisnis di balik layar (dunia maya).

Namun, transaksi bisnis dunia maya (online) ini, bukan tanpa celah. Banyak polemik mengenai kegiatan transaksional (jual-beli) cukup meresahkan konsumen dan produsen serta menyebabkan kerugian. Apalagi ditambah lagi dengan masih belum maksimalnya law enforcement (penegakan hukum) kepada para pelaku tindak pidana kriminalisasi melalui dunia maya (cyber crime). Saat ini, mekanisme jual beli (transaksi) bisnis online hanya dengan modal kepercayaan. Belum ada langkah konkrit untuk membuat transaksi elektronik ini benar-benar dipercaya serta memiliki legalitas dan kepastian/ketetapan hukum yang jelas dan mengikat (imperative).

1.2            1.2 Permasalahan

Dari latar belakang tersebut, maka permasalahan yang dapat diangkat dalam makalah ini antara lain:

1)     Apa yang dimaksud dengan social commerce? Dan bagaimana perkembangannya di Indonesia?

2)     Bagaimana regulasi atau aspek hukum dari kegiatan social commerce di Indonesia?

3)     Apa saja contoh kasus yang terjadi berkaitan dengan kegiatan perdagangan secara online? Dan bagaimana aspek hukumnya?

1.3            1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini, antara lain:
1)     Untuk dapat mengetahui maksud dari social commerce dan mengetahui perkembangannya di Indonesia.
2)     Untuk dapat mengetahui regulasi atau aspek hukum dari kegiatan social commerce di Indonesia.
3)     Untuk dapat mengetahui contoh kasus yang terjadi berkaitan dengan kegiatan perdagangan secara online dan mengetahui aspek hukumnya.


 BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Pengertian Social Commerce
            Menurut Wikipedia, Social Commerce adalah:
bagian dari electronic commerce (e-commerce) yang melibatkan penggunaan social media, media online yang mendukung interaksi sosial dan kontribusi user, dalam membantu proses pembelian barang/jasa secara online.
Contohnya seperti saat kita berbelanja online. Kita di mintai testimoni atas barang dan pengalaman di tempat tersebut. Atau kita me-like sebuah fanpage facebook sebuah toko online dan bertanya tentang reputasi penjual tersebut kepada teman facebook. Lalu kita memberikan rekomendasi kepada teman lain di facebook untuk berbelanja atau tidak berbelanja di online shop tersebut. Bisa juga ketika berbalanja di kaskus kemudian anda mencari tahu reputasi penjualnya. Ya, disadari atau tidak berarti kita telah melakukan aktifitas social commerce. Dimana kita telah melibatkan social media untuk membantu berbelanja.
Ada dua tipe social commerce. Pertama, connect where customer shop (terkoneksilah di mana pembeli belanja). Artinya terpenuhi kriteria: lokasi pasarnya sudah ada, sudah banyak toko di sana, sudah banyak orang jualan di sana. Kedua, shop where customer connect. Artinya, buatlah toko di mana orang-orang ramai berkumpul dan terkoneksi.
2.2       Perkembangan Social Commerce di Indonesia
            Indonesia adalah negara yang sosial. Dan para netizen di negara ini sangat gemar dengan media sosial. Pengguna aktif Facebook di Indonesia mencapai sekitar 50 juta pengguna, Twitter mencapai sekitar 30 juta pengguna serta BBM dan Whatsapp sekitar 35 juta pengguna (Markplus Insight Netizen Survey, 2013). Ini tentunya merupakan pasar yang amat besar, dan peluang ini rupanya telah disadari oleh pelaku bisnis di Indonesia, entah itu brand ataupun individu. Ya, banyak penjual di Indonesia yang menggunakan jejaring media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan lainnya untuk mempromosikan barang dagangan mereka. Sayangnya, menurut survei yang sama kurang dari 5 juta pengguna media sosial ini yang berbelanja online.
            Pada dasarnya ada tiga permasalahan pokok kurangnya minat netizen Indonesia berbelanja melalui situs e-commerce konvensional. Pertama, akses. Dibandingkan dengan negara lain, pengguna sosmed di Indonesia menghabiskan waktu lebih banyak di sosmed harian (rata-rata sekitar 5,1 jam). Jadi, pemilik akun media sosial malah menjadi tidak tertarik untuk masuk ke situs-situs utama penjualan online tersebut karena di wall atau timeline media sosial mereka sudah banyak yang memasang iklan online shop. Jadi mereka melihat dan berbelanja hanya melalui sosmed favorit mereka. Kedua, hubungan dengan pelanggan dan manajemen produk. Pemilik online shop diharuskan untuk memiliki akun media social lebih dari satu untuk mempromosikan produk/jasa yang mereka tawarkan. Situasi ini menyebabkan jika ada produk baru, mereka harus mengupdate produk tersebut ke semua media sosial yang mereka miliki dimana artinya akan merepotkan pemilik online shopnya karena tidak bisa menggunakan satu jenis platform untuk menangani semuanya. Dan juga bisa terjadi kemungkinan orderan yang tidak tertangani atau terlayani secara maksimal. Sehingga timbul ketidakpuasan dan ketidaknyamanan pelanggan. Ketiga, penipuan dan isu kepercayaan. Adanya rasa ketidakpercayaan netizen melakukan transaksi pembelian online. Di tambah lagi dengan pemberitaan yang marak mengenai penipuan yang terjadi di sistem penjualan secara online. Netizen tidak memiliki rekomendasi mengenai track record dari online shop yang mereka ingin beli produknya. Hal ini menyebabkan penjual kehilangan pelanggan yang menguntungkan dan pembeli kehilangan kesepakatan pembelian yang menguntungkan, di awal. Keuntungan yang seharusnya diterima oleh kedua belah pihak jadi terlewatkan karena miss komunikasi.
            Permasalahan inilah yang menyebabkan banyak situs-situs daily deal bermunculan. Situs-situs ini menjadi solusi dan berperan sebagai market place, dimana melayani  marketplace C2C (Customer to Customer) yang ditargetkan untuk penjual yang beroperasi di media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dll. Di Indonesia sendiri sudah ada pemain-pemain lokal yang berperan sebagai marketplace bagi para pelaku social commerce, seperti Kleora, Shopious, Onigi, Groupon, dll.
2.3       Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik yang Berkaitan dengan  Social Commerce
            Beberapa pasal dalam Undang-Undang Internet dan Transaksi Elektronik (UU-ITE) yang berperan dalam social commerce antara lain :
a)     Pasal 2
Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
b)     Pasal 9
Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan.
c)     Pasal 10
Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.
Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Keandalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
d)     Pasal 18
Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak.
Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.
Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional
e)     Pasal 20
Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima.
Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.
f)      Pasal 21
Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik.
Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;
jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau
jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.
g)     Pasal 22
Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada Agen Elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen Elektronik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
h)     Pasal 30
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
i)      Pasal 46
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Selain mengacu kepada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi Elektronika di atas, ada beberapa peraturan atau perundangan yang mengikat dan dapat dijadikan sebagai payung hukum dalam kegiatan bisnis  social commerce, diantaranya adalah :
1)     Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
2)     Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
3)     Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
4)     Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata
5)     Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
6)     Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan
7)     Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang
8)     Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
9)     Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
10) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
11) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
12) Peraturan Pemerintah RI Nomor 48 Tahun 1998 Tentang Pendirian Perusahaan Perseroan dibidang Perbankan.
13) Serta undang-undang dan peraturan lainnya yang terkait dengan kejahatan e-commerce.

2.4       Beberapa Penelitian Terkait Kegiatan Perdagangan Elektronik
            Berikut beberapa penelitian yang membahas mengenai masalah hukum dalam hal perdagangan elektronik:
a)     Bagus Hanindyo Mantri (2007) “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dalam Transaksi E-Commerce
Berdasarkan pembahasan terhadap hasil penelitian dapat disimpulkan :
1.     Bahwa Undang– undang perlindungan konsumen No 8 Tahun 1999 belum dapat melindungi konsumen dalam transaksi e-commerce karena keterbatasan pengertian pelaku usaha yang hanya khusus berada diwilayah negara Republik Indonesia. Dan keterbatasan akan hak – hak konsumen yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK).
2.     Perlindungan hukum terhadap konsumen yang seharusnya diatur meliputi perlindungan hukum dari sisi pelaku usaha, dari sisi konsumen, dari sisi produk, dari sisi transaksi.
3.     Permasalahan permasalahan yang timbul dalam perlindungan hukum terhadap konsumen terdapat 2 (dua) permasalahan yaitu pertama permasalahan yuridis, meliputi keabsahan perjanjian menurut KUHPerdata, Penyelesaian sengketa dalam transaksi e-commerce, UUPK yang tidak akomodatif, tidak adanya lembaga penjamin toko online kedua permasalahan non yuridis meliputi, kemanan bertransaksi dan tidak pahamnya konsumen dalam bertransaksi e-commerce.
b)     Marcella Elwina S (2010) “Aspek Hukum Transaksi (Perdagangan) Melalui Media Elektronik (E-Commerce) Di Era Global: Suatu Kajian Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen”
Hasil dari penelitian ini, antara lain :
1.    Perkembangan teknologi informasi sehubungan dengan transformasi global yang melanda dunia membawa akibat pada berkembangnya aktivitas perdagangan, salah satunya adalah perdagangan atau transaksi melalui media elektronik (transaksi e-commerce).  Secara umum berbagai masalah hukum yang berhubungan dengan substansi hukum maupun prosedur hukum dalam transaksi e-commerce memang sudah dapat terakomodasi dengan pengaturan-pengaturan hukum yang ada, terutama dengan aturan-aturan dalam KUH Perdata. Namun karena karakteristiknya yang berbeda dengan transaksi konvensional, apakah analogi dari peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai transaksi bisnis pada umumnya dapat diterima dalam transaksi e-commerce?  Demikian pula dengan validitas tanda tangan digital (digital signatures).  Bila hal demikian tidak dapat diterima, tentunya dibutuhkan aturan main baru untuk mengakomodasi berbagai kepentingan dalam rangka melindungi para pihak dalam transaksi e-commerce.
2.    Secara khusus pranata atau pengaturan hukum yang dapat memberikan perlindungan terhadap konsumen sudah terakomodasi di Indonesia dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen. Namun untuk perlindungan konsumen dalam transaksi e-commerce belum terakomodasi dalam UU Perlindungan Konsumen tersebut. Hal ini terutama disebabkan karena karakteristik dari transaksi e-commerce yang khusus, terutama transaski yang bersifat transnasional yang melewati batas-batas hukum yang berlaku secara nasional.
2.5       Contoh Kasus Berkaitan dengan E-Commerce Berserta Aspek/Kajian Yuridis Normatif Efektifitas Penerapan UU. No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi elektronik (ITE)
            Kemajuan teknologi informasi saat ini yang semakin pesat perkembangannya, dimana orang dapat melakukan transaksi-transaksi perdagangan dengan tanpa kehadiran para pihak, seperti transaksi perdagangan dilakukan dengan online trading. Di satu sisi hal ini memberi kemudahan bertransaksi bagi pelaku pasar namun di sisi lain membuka peluang kejahatan dunia maya. Berikut contoh kasus kejahatan dunia maya yang terjadi di Indonesia beserta kajian yuridisnya.
a)      Kasus penipuan konsumen berkedok transaksi melalui media jejaring sosial
Kasus ini dimuat dalam Harian Sriwijaya Post, Minggu (5/3) 2011 tentang penipuan belanja online melalui media jejaring sosial facebook. Ditinjau dari kasus yang dialami seorang mahasiswi ini, tatkala melakukan transaksi elektronik via media jejaring social, kronologisnya mahasiswi tersebut hendak berbelanja setelah mendapatkan tawaran menggiurkan berupa produk-produk elektronik yang mekanismenya produk-produk tersebut ditawarkan dengan memberikan gambaran informasi berupa foto-foto yang kemudian dkirimkan ke akun korban dengan harga miring. Berbekal kepercayaan, dirinya kemudian berinsiatif untuk mencoba membeli produk yang ditenggarai distributor produk elektronik berupa laptop dan handphone tersebut berdomisili di Pulau Batam.
Secara normatif, UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen menyebutkan bahwa dalam pasal 4 huruf (a) menyatakan hak konsumen adalah kenyamanan, keamanan, keselamatan dalam mengkonsumsi barang/jasa. Kemudian dijelaskan lagi pasal 4 huruf (c), (d), (e), (f), (g), (h), (i), yakni  hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa, hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan, hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut, hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen, hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Disini tertera jelas bahwa secara yuridis normatif, Negara telah menjamin hak-hak konsumen dalam melakukan transaksi jual beli barang dan jasa.
Sesuai dengan data yang tertera dalam  pengakuan korban, kesimpulan yang masih berupa hipotesa berupa, pelaku usaha telah melanggar butir-butir ketentuan UU No. 8 tahun 1999 pasal 4 huruf (c) yakni hak untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai jaminan kondisi barang dan atau jasa. Maka dari itu, untuk meminimalisir kejadian serupa terulang rasanya perlu langkah preventif untuk mengantisipasi korban-korban kriminalisasi dunia maya ini terjadi untuk yang kedua kalinya.
Dalam UU No. 11 tahun 2008 tentang informasi transaksi elektronik disebutkan di pembuka bahwa dalam ketentuan umum pasal 1 (9) berbunyi: ”Sertifikat elektronik yang memuat tanda tangan elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh penyelenggara elektronik [Pasal 1 (10), (11)]. Sesuai dengan ketentuan undang-undang ITE, dalam kasus penipuan e-commerce tadi, konsumen termasuk ke dalam statusnya sebagai subjek hukum dan distributor tersebut yang dapat diklasifikasikan sebagai pemegang status subjek hukum. Karena, dalam pasal 1 (6) disebutkan bahwa penyelenggaraan sistem elektronik oleh penyelenggara Negara, orang, badan usaha, dan/atau masyarakat. Dalam kasus tersebut, kami mengklasifikasikan distributor produk elektronik tersebut sebagai subjek hukum karena dianalogikan bahwa penyelenggara sistem elektronik secara luas [dalam kasus ini, facebook] namun dideterminasikan sebagai individu pemegang sistem elektronik yang dikelola oleh badan usaha, orang dan/atau masyarakat [Pasal 1 (6)] maka pemilik akun facebook berupa distributor tersebut diklasifikasikan sebagai pemegang status subjek hukum dengan kategori badan usaha bukan berbadan hukum.
Dalam kasus penipuan tersebut, distributor telah melanggar ketentuan umum UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen pasal 9 (1) huruf (a) dan (d) mengenai pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang/jasa secara tidak benar atau seolah-olah. Distributor tersebut secara gambling telah melanggar transaksi perdagangan dengan memberikan janji fiktif kepada konsumen dengan mengiklankan produk usahanya secara meluas kepada khalayak melalui media jejaring sosial.
Dalam kasus yang dihadapi mahasiswi tersebut, terindikasi bahwa telah terjadi pelanggaran perjanjian transaksi jual beli/e-commerce, antara distrtibutor dengan konsumen berupa serta langkah-langkah konkrit untuk mengantisipasi kejadian serupa dengan mempertimbangkan ketentuan yakni :
1.      UU No. 8 tahun 1999 Pasal 4 (c) berupa konsumen berhak mendapatkan informasi secara jujur. Melalui penafsiran hukum berupa penganalogian konstituen UU berupa “mendapatkan informasi secara jujur” yakni mendapatkan informasi secara jelas, terang-terangan, terbuka, legal (memiliki kekuatan hukum tetap yang bersifat mengikat/imperatif), mulai dari penjajakan barang dagangan, proses pembayaran, hingga sampainya barang yang dituju sesuai dengan informasi yang tertera. Maka dari itu, perlu langkah konkrit berupa kajian empirik untuk menanggulangi kasus serupa dengan memberikan  advise/saran/nasehat  berupa ‘setiap orang yang melakukan kegiatan usaha (transaksional barang/jasa) baik itu secara nyata maupun maya, baik itu badan usaha berbadan hukum maupun badan usaha bukan berbadan hukum perlu mendaftarkan dan diawasi sebuah lembaga khusus yang berwenang membuat sertifikasi/akta yang sah dan memiliki kekuatan hukum yang bersifat tetap dan mengikat’. Hal ini direpresentasikan sebagai realisasi dari perlunya perlindungan hak-hak konsumen transaksi dunia maya yang seringkali dirugikan lantaran belum adanya undang-undang yang mengatur untuk hal itu”.
2.      Mengesahkan RUU Badan pengawas telematika sebagai lembaga yang diotorisasikan menaungi semua pengawasan terhadap hal-hal yang bersifat nisbi/maya. Dalam kasus mahasiswi tersebut, relevansinya adalah dalam kegiatan transaksi melalui dunia maya hal tersebut adalah untuk menanggulangi tindakan kriminal dalam dunia maya, dan
3.      Mewajibkan setiap badan usaha/melakukan kegiatan usaha yang bersifat nyata/maya yang menyelenggarakan sistem transaksi elektronik mesti mendaftarkan diri tentang riwayat dan dokumen perusahaan (baik itu badan hukum atauapun bukan berbadan hukum) sesuai dengan ketentuan UU No. 8 tahun 1997 serta setiap penyelenggara sistem elektronik baik itu Negara, orang, masyarakat mesti disertifikasi oleh lembaga keandalan sesuai dengan ketentuan UU No. 11 tahun 2008 untuk mengantisipasi kekosongan hukum (rechtsvacuum) terhadap tindak kejahatan melalui dunia maya berupa penipuan transaksi online melalui situs jejaring social.
4.      Apabila, setiap usaha/kegiatan usaha baik itu yang sifatnya nyata/maya telah mendapatkan legalitas yang sah menurut hukum positif Indonesia, maka dari itu konsumen akan akan dengan segera mendapatkan hak-haknya sebagai subjek hukum untuk menggugat pelaku usaha tersebut ke meja peradilan. Hal ini, bertujuan untuk melindungi konsumen agar tidak terjerat dengan pelaku-pelaku usaha nakal yang mencuri hak-hak konsumen untuk mendapatkan kenyamanan dan keamanan dalam bertransaksi. 
5.      Pasal 45 (1) Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. (2) Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
BAB III
KESIMPULAN

            Kesimpulan dari makalah ini, antara lain:
1.     Social commerce merupakan bagian dari electronic commerce (e-commerce) yang melibatkan penggunaan social media, media online yang mendukung interaksi sosial dan kontribusi user, dalam membantu proses pembelian barang/jasa secara online.
2.     Indonesia sebagai negara yang memiliki masyarakat pengguna sosmed yang aktif merupakan potensi pasar yang besar bagi pelaku bisnis online shop. Namun, strategi pasar yang digunakan seharusnya disesuaikan dengan situasinya. Dari yang tadinya menyasar pengguna internet dengan membuat situs e-commerce konvensional (asumsi kalau pengguna membutuhkan barang/jasa akan langsung masuk ke situs e-commerce), menjadi menyasar pengguna sosmed (memanfaatkan sosmed sebagai rekomendasi keunggulan produk sehingga menarik pelanggan lain). Karena sebagian besar pengguna internet merupakan pengguna sosmed aktif. Caranya dengan memanfaatkan situs-situs deal daily terpercaya.
Beberapa pasal dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU-ITE) yang berperan dalam social commerce antara lain : Pasal 2, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 18, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 30 dan Pasal 46.

Teori Biaya


BAB 1
Pendahuluan
1.1  Latar Belakang
Bisnis adalah kegiatan memproduksi barang dan jasa untuk memuaskan konsumen dan pihak terkait lainnya, dalam rangka mencari laba. Dengan demikian, bisnis yang layak dilakukan adalah bisnis yang menghasilkan laba.
Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, ditemukan bahwa setiap usaha atau bisnis menyimpan tiga kemungkinan yang dapat terjadi, yaitu: pertama laba, kedua impas, dan ketiga rugi. Semua pelaku bisnis mengharapkan kemungkinan yang pertama, namun peluang untuk timbulnya kemungkinan yang kedua dan ketiga selalu terbuka. Bila dua hal terakhir yang terjadi maka disebut dengan risiko bisnis.
Perusahaan untuk mencapai tujuannya (mendapatkan laba), perlu melakukan aktivitas produksi yang berakibat timbulnya biaya. Dari sisi ini terlihat bahwa di satu sisi biaya merupakan akibat dari kegiatan produksi, sedangkan disisi lain biaya juga berpengaruh terbalik pada keuntungan. Dengan demikian maka untuk mendapatkan laba optimal, diperlukan juga biaya yang optimal. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pemahaman mengenai biaya (sifat dan jenisnya) sangat diperlukan dalam menjalankan usaha.
1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut maka permasalahan yang diangkat dalam makalah ini, antara lain:
1.     Apa yang disebut dengan Konsep Biaya?
2.     Apa definisi dari Teori Biaya?
3.     Apa saja Jenis-jenis dari Biaya?
4.     Bagaimana Memperkirakan Fungsi Biaya Jangka Pendek (Short Run Cost)?
5.     Bagaimana Memperkirakan Fungsi Biaya Jangka Panjang (Long Run Cost)?
6.     Apa yang disebut Skala Ekonomi?
1.3  Tujuan
1.     Untuk mengetahui Konsep Biaya.
2.     Untuk mengetahui Teori Biaya.
3.     Untuk mengetahui Jenis-jenis dari Biaya.
4.     Untuk mengetahui Memperkirakan Fungsi Biaya Jangka Pendek (Short Run Cost).
5.     Untuk mengetahui Memperkirakan Fungsi Biaya Jangka Panjang (Long Run Cost).
6.     Untuk mengetahui Skala Ekonomi.


BAB 2
PEMBAHASAN
2.1  Konsep Biaya
Setiap peusahaan pasti memiliki sejumlah informasi tentang biaya yang akan atau telah menjadi tanggungan perusahaan. Informasi yang akurat mengenai biaya produk maupun jasa merupakan hal yang penting dalam setiap tahap fungsi manajemen, yaitu manajemen strategik, perencanaan dan pengambilan keputusan, pengendalian manajemen dan pengendalian operasional, dan pembuatan laporan keuangan termasuk analisis biaya. Sebelum melakukan analisis biaya, terlebih dahulu perlu dipahami pengertian, dan beberapa konsep tentang biaya. Kalau ditinjau dari sudut biaya, ada beberapa defenisi tentang biaya yang diuraikan sebagai berikut :
1.     Biaya dalam ekonomi manajerial mencerminkan efisiensi sistem produksi, sehingga konsep biaya juga mengacu pada konsep produksi, tetapi apabila pada konsep produksi kita membicarakan penggunaan input secara fisik dalam menghasilkan output produksi, maka dalam konsep biaya kita menghitung penggunaan input itu dalam nilai ekonomi yang disebut biaya.(Gaspersz, 2003)
2.     Biaya adalah harga pokok atau bagiannya yang telah dimanfaatkan atau dikonsumsi untuk memperoleh pendapatan. (Sunarto, 2003)
3.     Biaya merupakan pengorbanan sacrifice yang bertujuan untuk memproduksi atau memperoleh suatu komoditi. Pengorbanan yang tidak bertujuan disebut pemborosan dan bukan termasuk biaya. (Gani , 1990)
4.     Biaya juga sering diartikan sebagai nilai suatu pengorbanan untuk memperoleh suatu output tertentu. Pengorbanan itu dapat berupa uang, barang, tenaga, waktu maupun kesempatan. Dalam analisis ekonomi nilai kesempatan (untuk memperoleh sesuatu) yang hilang karena melakukan sesuatu kegiatan lain juga dihitung sebagai biaya, yang disebut biaya kesempatan/opportunity cost. (Maidin, 2003)
5.     Bagi seorang Akuntan, biaya adalah total uang yang dikeluarkan untuk memperoleh atau menghasilkan sesuatu (Rahardja & Manurung, 2002)
Sehingga, dalam pengertian tentang biaya tersebut di atas, ternyata terdapat 4 unsur pokok, yaitu :
·       Biaya merupakan harga pokok atau bagiannya untuk memperoleh pendapatan
·       Biaya mencerminkan efisiensi sistem produksi
·       Biaya merupakan pengorbanan untuk suatu tujuan tertentu
·       Pengorbanan dapat berupa uang, barang, tenaga, waktu maupun kesempatan
Dalam konsep biaya, menurut Noor (2007) biaya adalah pengeluaran yang tidak dapat dielakkan (unavoidable expenses) dalam melakukan suatu kegiatan. Dengan demikian, secara konsep, maka pengertian biaya adalah sebagai berikut:
a.      Biaya (cost) tidak sama dengan pengeluaran (expenses)
b.     Biaya (cost) harus menggambarkan kegiatan
c.      Biaya (cost)  harus relevan dengan kegiatan yang dilakukan
Berdasarkan definisi biaya sebagai cost dan sebagai expense diatas umumya mempunyai kesamaan makna, yaitu:
a.      Cost merupakan pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang yang terjadi atau secara potensial akan terjadi dan pengorbanan tersebut untuk tujuan tetentu.
b.     Expense merupakan cost dari orang dan jasa telah menjadi beban (expired) karena berlalunya waktu baik secara langsung maupun tidak langsung terkait dalam proses untuk memperoleh pendapatan. 
Oleh karena itu ketepatan pembebanan biaya menghasilkan informasi yang lebih bermutu yang kemudian dapat digunakan untuk membuat keputusan yang lebih baik. Agar biaya dapat dibebankan dengan mudah dan akurat, maka perlu adanya penelusuran biaya yaitu pembebanan aktual dari biaya ke objek biaya dengan menggunakan ukuran yang dapat diamati pada konsumsi sumber daya oleh objek biaya.
Definisi tentang konsep biaya sangat penting, karena dalam ilmu akuntansi terdapat dua istilah biaya, yaitu biaya sebagai cost dan expense. Tentu saja kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang berbeda. Dalam buku “Activity Based Cost Sistem : Sistem Informasi Biaya Untuk Pengurangan Biaya” definisi Biaya adalah: “Biaya (cost) adalah kas atau nilai setra kas yang dikorbankan untuk memperoleh barang dan jasa yang diharapkan akan membawa manfaat sekarang atau di masa depan bagi organisasi.” (Mulyadi, 2003:4).
Dalam buku yang sama, biaya sebagai expense didefinisikan sebagai berikut: “Biaya (expense) adalah kas sumber daya yang telah atau akan dikorbankan untuk mewujudkan tujuan tertentu. (Mulyadi, 2003:4).
Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil kesimpulan  bahwa biaya adalah sebagai sumber daya yang di ukur dengan uang yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu dan biaya juga merupakan kas sumber daya yang dikorbankan untuk memperoleh barang dan jasa dan untuk mendapatkan manfaat sekarang atau dimasa yang akan data. Manajemen perusahaan harus merencanakan dan mengendalikan dengan baik penentuan biaya untuk menghasilkan manfaat saat ini dan di masa depan, maka karena informasi biaya memberikan kerangka berpikir untuk mengelola masukan agar nilai masukan yang dikorbankan lebih rendah dari nilai keluaran yang diperoleh oleh perusahaan. Sehingga dapat diketahui bagaimana biaya dan kecenderungannya. Dengan memahami biaya berarti telah mengetahui berapa biaya yang harus dikorbankan untuk membuat suatu produk.
Dalam biaya  ada yang namanya obyek biaya, obyek biaya adalah segala hal seperti produk, pelanggan, departemen, proyek, kegiatan dan yang lain dimana biaya-biaya diukur dan dibebankan. Misalnya, bila ingin menentukan berapa biaya untuk membuat pisang goreng, maka obyek biaya adalah pisang goreng. Bila ingin menentukan biaya operasi sebuah program studi dalam sebuah Universitas maka obyek biaya adalah program studi. Bila tujuannya adalah menentukan biaya proyek pengembangan produk maka obyek biaya adalah  proyek pengembangan produk baru. Demikian penjelesan tentang konsep dan pengertian biaya, pemahaman mengenai biaya sangat diperlukan dalam menjalankan usaha.

2.2  Teori Biaya
1.     Pengertian Biaya
Menurut Noor (2007) teori biaya dikembangkan berdasarkan teori produksi, yaitu bagaimana mendapatkan formulasi input (biaya) yang paling efisien untuk menghasilkan output (produksi) tertentu. Dengan demikian, maka teori biaya digunakan untuk:
a.      Menentukan tingkat output (produksi) yang optimum dengan biaya minimum.
          Biaya = fungsi (Produksi)
b.     Analisis terhadap faktor-faktor ekonomi dan teknologi yang menunjang produksi untuk mendapatkan “teknologi yang tepat, dan yang cocok dengan kondisi perusahaan”, dengan biaya minimum.
Untuk memahami arti biaya, seseorang harus memahami proses yang digunakan dalam menentukan biaya. Memperbaiki penentuan biaya akan merupakan faktor kunci dalam pengembangan dalama bidang manajemen biaya.
Biaya adalah kas atau nilai yang setara kas yang dikorbankan untuk produk yang diharapkan dapat membawa keuntungan masa kini dan masa yang akan datang bagi organisasi. Disebut “setara dengan kas” karena asset non-kas dapat ditukar dengan produk yang diinginkan. Biaya dikeluarkan untuk menghasilkan manfaat dalam bentuk pendapatan di masa kini maupun di masa datang.  Dengan demikian biaya digunakan untuk menghasilkan manfaat pendapatan disebut beban. Oleh karenanya Setiap periode, beban tersebut dikurangkan dari pendapatan pada laporan Laba Rugi. Kerugian adalah biaya yang kedaluarsa tanpa menghasilkan manfaat pendapatan pada satu periode. Misalnya Persediaan yang rusak akibat kebakaran dan tidak diasuransikan dapat diklasifikasikan sebagai kerugian dalam Laporan Laba Rugi. Sementara Biaya yang tidak kedaluarsa dalam suatu periode tertentu dikelompokkan sebagai aktiva dan muncul pada Neraca.  Misalnya Mesin dan komputer adalah contoh aktiva yang berumur lebih dari satu periode. Prinsip utama dalam pembedaan antara biaya sebagai beban atau sebagai aktiva adalah soal penentuan waktu, yakni apakah biaya tersebut digunakan dalam satu periode atau lebih dari satu periode.
2.     Pengertian Biaya menurut para ahli, adalah sebagai berikut:
Menurut Supriyono (2000;16), Biaya adalah harga perolehan yang dikorbankan atau digunakan dalam rangka memperoleh penghasilan atau revenue yang akan dipakai sebagai pengurang penghasilan.
Menurut Henry Simamora (2002;36), Biaya adalah kas atau nilai setara kas yang dikorbankan untuk barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat pada saat ini atau di masa mendatang bagi organisasi.
Menurut Mulyadi (2001;8), Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis  yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi, sedang terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu.
Menurut Masiyah Kholmi, Biaya adalah pengorbanan sumber daya atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat di saat sekarang atau di masa yang akan datang bagi perusahaan.

2.3  Jenis Biaya
1.     Menurut Realitas (Realisasi) Pembayarannya
            Berdasarkan realitas pembayarannya, biaya dikelompokkan menjadi:
a)     Biaya pengorbanan (Opportunity Cost)
Dalam Alam (2013) ada beberapa pengertian opportunity cost menurut para ahli. Antara lain:
1)     N. Gregory Mankiw mengatakan bahwa opportunity cost adalah segala sesuatu yang harus Anda korbankan untuk memperoleh sesuatu.
2)     Robert B. Ekelund, Jr. dan Robert D. Tollison mengatakan bahwa opportunity cost adalah biaya dari penggunaan sumber daya ekonomi untuk tujuan tertentu, yang diukur dalam ukuran keuntungan yang tidak jadi didapat karena tidak memilih alternatif itu dibandingkan dengan komoditi yang didapat sebagai gantinya karena memilih suatu alternatif.
3)     Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus mengatakan bahwa keputusan memilih opportunity cost, karena memilih satu hal dalam dunia kelangkaan berarti menyerahkan sesuatu yang lain. Biaya peluang adalah nilai barang atau jasa yang paling berharga yang hilang.
Menurut Noor (2007:171) opportunity cost adalah biaya yang timbul karena mengorbankan kesempatan tertentu. Dalam praktiknya biaya ini tidak pernah dibayarkan. Misalnya seorang pemilik perusahaan yang bekerja untuk perusahaannya sendiri. Penggunaan lahan pertanian yang subur digunakan untuk membangun sarana publik dan sebagainya.
Opportunity cost merupakan penghasilan atau penghematan biaya yang dikorbankan karena dipilihnya satu alternative tertentu, sehingga penghasilan atau penghematan tersebut perlu diperhitungkan sebagai biaya pada alternative tertentu tersebut (Supriyono, 1999:360). Contoh : sebagian ruangan toko dapat disewakan atau digunakan sendiri. Jika ruangan tersebut digunakan sendiri, maka hasil penyewaan yang seharusnya diperoleh akan menjadi opportunity cost bagi kegiatan tersebut.
b)     Biaya sebenarnya (Real Cost)
Adalah biaya yang benar-benar dibayarkan sesuai dengan aktivitas yang dilakukan. Misalnya: biaya upah dan gaji, biaya bahan baku, biaya bahan penolong, dan sebagainya.
2.     Menurut Konsep Pencatatan
Berdasarkan konsep pencatatan, atau akuntansi, biaya dapat dikelompokkan menjadi:
a.     Biaya akuntansi (accouting cost) adalah biaya yang didasarkan pada pencatatan akuntansi, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku. Misalnya biaya bahan baku, biaya gaji / upah, biaya komunikasi dan sebagainya. Dalam praktiknya tidak semua biaya menurut akuntansi ini dibayarkan.
b.     Biaya ekonomis (economic cost) adalah biaya-biaya yang benar-benra dibayarkan sesuai dengan aktivitas yang dilakukan. Pada biaya ekonomis ini, hamper semua dicatat, namun masih ada biaya yang tidak dibayarkan, karena memang tidak dicatat. Misalnya seorang yang bekerja pada perusahaannya sendiri, atau pekerja keluarga sering tidak dibayar dan juga tidak dicatat.
3.     Menurut Periode atau Waktu
Berdasarkan Periode atau Waktu, biaya dapat dikelompokkan menjadi:
a.     Biaya jangka pendek (short run cost) adalah periode dimana
masih ada kelompok dari biaya tetap dan biaya variable. Untuk jangka  
pendek , biaya terdiri dari biaya tetap (TFC) dan biaya variable (TVC)
TC    = TFC  + TVC
ATC  =  AFC  + AVC
b.     Biaya Jangka Panjang (long run cost) adalah periode dimana seluruh biaya berubah (variabel). Dalam jangka panjang semua biaya adalah biaya variable (tidak ada biaya tetap).
Cost = f (Q, W, i) Q = Output, W = Upah dan Gaji, i = Biaya Modal
→ TC = αQβ WÏ„ iδ (Model Cobb - Douglas)
4.     Menurut Karakteristik Jumlahnya
Berdasarkan Karakteristik Jumlahnya biaya dapat dikelompokkan menjadi:
a.     Biaya Tetap
      Biaya tetap adalah biaya yg jumlah totalnya tetap (fixed), tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya output. Pengertian biaya tetap ini hanya berlaku untuk analisis dalam waktu yang relatif pendek. Yaitu sepanjang kapasitas produksi atau kapasitas produksi belum berubah (Noor, 2008 :172).
Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang jumlahnya tidak berubah (konstan), terlepas dari perubahan tingkat aktivitas dalam kisaran relevan (relevant range) tertentu (simamora, 2002:147). Besar kecilnya biaya tetap dipengaruhi oleh kondisi perusahaan jangka panjang, teknologi dan metode serta strategi manajemen.
Dengan kata lain biaya tetap adalah biaya yang didalam jarak kapasitas tertentu totalnya tetap, meskipun volume kegiatan perusahaan berubahubah. Jarak kapasitas adalah serangkaian tingkat volume kegiatan perusahaan yang dapat dicapai tanpa menambah kapasitas. Contoh biaya tetap adalah biaya sewa periodik, biaya penyusutan aktiva tetap, biaya gaji manajer.
b.  Biaya Variabel  (Variabel Cost)
Menurut Garrison dan  Noreen yang diterjemahkan oleh A.Torok  Budi Santoso (2000)  menjelaskan,"Biaya variabel  adalah biaya yang berubah secara  proporsi dengan  perubahan  aktivitas.". Aktivitas  tersebut  dapat  diwujudkan  dengan berbagai bentuk seperti unit yang diproduksi, unit yang dijual, kilometer, jam kerja, dan sebagainya. Contoh yang menggambarkan biaya  variable  adalah  biaya bahan  langsung.  Biaya  bahan  langsung  yang  digunakan  selama  satu  periode  akan bervariasi sesuai dengan tingkat unit yang dihasilkan. Biaya variabel merupakan biaya yang berubah sesuai perubahan output.
Ada  beberapa contoh yang  menunjukan bahwa biaya akan  berubah-ubah  sesuai dengan   produk  dan   jasa   yang   dapat  dihasilkan  oleh   perusahaan.  Dalam  perusahaan dagang, biaya variabel meliputi harga  pokok penjualan, komisi penjualan, dan  biaya tagihan.
Biaya variable atau total variable cost, TVC adalah biaya yang jumlahnya berubah (variabel) sesuai dengan perubahan tingkat atau volume produksi. Contoh biaya bahan baku, biaya energi, komisi penjualan, upah tenaga kerja (Noor, 2008 :172).
TVC= f (Q) →  TVC adalah fungsi dari output
1)     TVC: Total Variabel Cost → Berubah sesuai dengan perubahan dari output
2)     AVC: Variabel Cost/Unit → Tetap, sepanjang skala/kapasitas produksi dan harga      input tidak berubah.
Penggunaan konsep biaya tetap dan biaya variable ini sangat penting bagi perusahaan, khususnya untuk perencanaan produksi seperti analisisi pulang pokok (Break Event point), dan perencanaan laba perusahaan t ermasuk kebijakan memberhentikan (shut-down) operasi.
5.     Menurut Karakteristik Satuannya
Berdasarkan karakteristik satuannya biaya dapat dikelompokkan menjadi:
a.     Biaya total (total cost/ TC) adalah jumlah dari  keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan output. → TC = TFC + TVC
Karena biaya variabel merupakan unsur biaya total, maka biaya total memiliki sifat sebagaimana yang juga dimiliki oleh biaya variabel, yakni bahwa besarnya biaya total itu berubah-ubah relatif perubahan jumlah output yang dihasilkan. Namun, fixed cost yang juga bagian dari biaya total, nilai eksistensinya tetap tidak berubah.
b.     Biaya rata-rata perunit output (Average Total Cost / ATC) adalah jumlah dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan dibagi dengan jumlah output. Untuk mencapai keuntungan, biaya rata-rata per unit produksi ini berguna sebagai informasi dasar untuk menentukan produksi yang paling efisien. Perusahaan akan berproduksi pada tingkat biaya rata-rata per unit output (ATC) yang paling rendah .
ATC = TC/Q = TFC/Q + TVC/Q →  ATC = AFC + AVC
AFC : Biaya tetap rata-rata per unit (Avarage Fixed Cost)
AVC: Biaya variable rata-rata per unit (Avarage Variabel Cost)
c.       Biaya Marginal (Marginal Cost / MC) adalah tambahan biaya yang dikelurkan karena ada tambahan satu unit output (MCi = TCi –TCi-1)
6.   Menurut Relevansinya
Berdasarkan relevansinya dengan pengambilan keputusan oleh manajemen, biaya dapat dikelompokkan menjadi:
a.     Biaya Relevan
Menurut Ahmad (2005:115), biaya relevan adalah biaya yang dapat dihindari atau biaya yang dapat dielakan dan harus dipertimbangkan oleh setiap pengambil keputusan dalam berbagai alternatif yang dihadapi.
Pengertian biaya relevan menurut RA. Supriyono (2002:389), biaya relevan adalah meliputi semua biaya yang akan terpengaruh oleh suatu pengambilan keputusan, karena itu biaya tersebut harus dipertimbangkan di dalam pengambilan keputusan tertentu tersebut.
Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa biaya relevan dimaksud adalah semua biaya yang bisa dihindari bila menghadapi berbagai alternatif yang dihadapi dan dapat berpengaruh dalam mengambil keputusan seorang manajer. Biaya relevan memiliki karakteristik yakni sebagai berikut:
1)     Biaya yang benar-benar akan terjadi dan mengingat biaya masa lalu yang tidak relevan.
2)     Biaya harus benar-benar akan memberikan hasil berbeda jika memilih alternatif.
Biaya relevan adalah seluruh jenis biaya dengan karakteristik seperti di atas: Total Fix Cost, Total Variable Cost, Total Cost, Average Fix Cost, Average Variable Cost, Average Total Cost dan Marginal Cost.
b.     Biaya Irrelevan
Adalah jenis biaya yang sudah dikeluarkan perusahaan, namun tidak relevan dengan pengambilan keputusan dalam bisnis. Biaya tidak relevan ini dikenal juga dengan istilah Sunk Cost. Sunk Cost adalah biaya yang sudah dikeluarkan perusahaan, namun tidak relevan digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan oleh manajemen. Sunk costs adalah biaya yang terjadi di masa lalu dimana tidak ada yang dapat mengubah apa yang telah dikeluarkan mauun apa yang telah terjadi. Oleh karena itu, sunk costs merupakan informasi yang tidak relevan dalam pembuatan keputusan.

2.4  Memperkirakan Fungsi Biaya Jangka pendek (Short Run Cost)
Untuk jangka pendek biaya dapat dikelompokkan menjadi biaya tetap (TFC) dan biaya variabel (TVC). → TC = TFC + TVC → yang perlu diperkirakan adalah  TVC dan AVC.
a.     Model Persamaan Regresi untuk TVC adalah: TVc = AVC (Q)
→ Kurva berbentuk S
→ TVC = a + bQ + c Q2 (Q) → TVC =  a + bQ + c Q2  + c Q3 → a,c > 0      dan b < 0
b.     Model Persamaan Regresi untuk AVC adalah fungsi kuadarat, karena kurva berbentuk parabola → AVC = a + bQ + c Q2 → a,c > 0 dan b < 0
Contoh:
Berikut ini disajikan data output (Q) dalam unit dan data biaya variabel rata-rata (AVC) dalam ribuan rupiah dari suatu jenis indutri setelah dihilangkan pengaruh inflasi.
Bulan ke
Output (000 unit)
AVC (Rp. 1000)
1.
30
36
2.
10
37
3.
15
27
4.
25
27
5.
40
45
6.
20
31
7.
35
42
8.
45
55
9.
50
62
Berdasarkan data diatas didapat perkiraan koefisien regresi untuk fungsi biaya variabel rata-rata (AVC), sebagai berikut
Dependent Variable
F Ratio : 51.404
Observation  : 9
R-square : 0,9449
Variable
Parameter Estimate
Standar Error
Intercept
44,35
6,170
Q
-1,44
0,460
Q2
+0,04
0,008

Dari hasil perhitungan di atas didapat persamaan fungsi AVC.
AVC = 44,35 – 1,44Q+0,04Q2
Untuk meyakinkan, fungi diatas dilakukan tes secara statistik apakah hubungan antara Q dengan AVC cukup signifikan secara statistik.
R2 = 0,9449 → R = 0,9720 → Perubahan AVC 97,2% dapat diterangkan oleh perubahan Q (output). Artinya hubungan antara AVC dengan Q cukup signifika secara statistik.
Untuk meyakinkan, fungsi di atas dilakukan test secara statistik apakah fungsi tersebut mengikuti sifat-sifat fungsi biaya → a,c > 0 dan b < 0
Test terhadap koefisien regresi fungsi biaya
AVC = 44,35 – 1,44Q+0,04Q2
a → ta = a/σa = (44,35)/6,17 = 7,19
b → tb = a/σb = (– 1,44)/0,460 = -3,13
b → tb = a/σc = (0,04)/ 0,08= 5,00
Dengan derajat kebebasan atau Degree of Freedom (DOF = 6) → n : jumlah variabel, atau 9 - 3 (a,b,c) dan tingkat kepercayaan, atau Confidence Interval (CI) 95% didapat : ta = 2,447. Maka didapat a > 0, b < 0, dan c > 0 signifikan secara statistik.
c.      Fungsi Biaya Variabel Total
Model persamaan Regresi untuk TVC adalah : TVC = AVC (Q) → Kurva berbentuk S.
→ TVC = a + bQ + c Q2 (Q) → TVC =  a + bQ + c Q2  + c Q3
→ (a = 44,35, b = -1,44, c = 0,04) → TVC = 44,35Q - 1,44Q2 + 0,04Q3
d.     Fungsi Biaya Marginal → MC = δ/dq TC
→ MC δ/dq TVC → MC = 44,35 – 2,88Q + 0,12Q2
AVC minimum tercapai pada saat Q = -b/2C → b = -1,44 dan C = 0,04
→ AVC minimum pada Q = 18
Periksa Q = 18.000 → AVC = 44,35 - 1,44(18) + 0,04(18)2
= 44,35 – 25,92 + 12,96 = 31,39
Q = 15.000 → AVC = 44,35 - 1,44(15) + 0,04(15)2
 = 44,35 – 21,60 + 9,00 = 31,75
Q = 20.000 → AVC = 44,35 - 1,44(20) + 0,04(20)2
 = 44,35 – 28,80 + 16,00 = 31,55
Total Cost (TC) = TFC + TVC  → TC = TFC + TVC (Q)
Q = 18.000 → TC = TFC + 31,39 (18.000) = TFC + Rp. 565.020.000
Q = 15.000 → TC = TFC + 31,75 (15.000) = TFC + Rp. 476.250.000
Q = 20.000 → TC = TFC + 31,55 (20.000) = TFC + Rp. 631.000.000
e.     Kurva Biaya Jangka Pendek
Kurva biaya jangka pendek ini dapat menunjukkan karakteristik atau perilaku masing-masing jenis biaya, yang dapat digunakan manajemen sebagai bahan pengambilan keputusan. Seperti terlihat pada gambar berikut ini :




Dari gambar diatas dapat disimpulkan hal-hal berikut ini: 
1.     Kurva biaya rata-rata (ATC), adalah berbentuk U, artinya, pertama kali berproduksi, biaya rata-rata cukup tinggi, kemudian secara bertahap turun, sesuai dengan peningkatan produksi, namun sampai suatu titik, sesuai dengan penigkatan produksi, namun sampai suatu titik berhenti turunnya, kemudian naik lagi sesuai dengan kenaikan peroduksi. Titik Q* adalah tingkat optimum produksi optimal dengan biaya produksi rata-rata paling kecil (minimum). 
2.     Kurva biaya marginal (MC) pertama kali berproduksi berada di bawah ATC, kemudian secara bertahap naik, sesuai dengan penigkatan produksi, dan memotong ATC, pada tingkat produksi dengan ATC minimum (Q*). Selanjutnya MC berada diatas (lebih tinggi dari) ATC. Titik Q* adalah tingkat produksi optimal dengan biaya produksi rata-rata paling kecil (minimum).

2.4  Memperkirakan Fungsi Biaya Jangka Panjang (Long Run Cost)
Dalam jangka panjang semua biaya adalah variabel (tidak ada biaya tetap).
a.     Rumus umum fungsi biaya → Cost = f (Q, W, i)
Q = Output, W = Upah dan Gaji, I = Biaya uang atau modal (Cost of money, or cost of fund)
b.     Model persamaan regresi untuk biaya jangka panjang, yang paling cocok adalah model Cobb – Douglas.
→ TC = αQβ WÏ„ iδ
Jika model di atas digunakan sebagai model biaya jangka panjang, maka: bila harga input naik 2 X lipat, sedangkan output sama, maka TCN = 2TC
TCN : Total cost setelah biaya input naik
TC :  Total cost sebelum biaya input naik
TCN = αQβ (2 W)Ï„  (2 i)δ = αQβ 2Ï„ WÏ„  2δ iδ = 2 (Ï„ + δ) αQβ WÏ„  iδ
TCN = 2 (Ï„ + δ) TC → bila TCN = 2 TC → (Ï„ + δ) = 1 → Ï„ = 1 – δ

Sehingga fungsi biaya jangka panjang dapat diubah menjadi:
TC = αQβ 2Ï„ WÏ„  i(1-Ï„) → TC = αQβ 2Ï„ WÏ„ 
iτ
TC = αQβ (W / i)Ï„ i → TC = TC = αQβ (W / i)Ï„ i
Syarat : α, β > 0, dan 0 < τ < 1
c.      Menyusun fungsi biaya jangka panjang
Untuk menyusun fungsi biaya jangka panjang, dibutuhkan empat variabel yaitu: TC (Total Cost), Q (Output), W (Upah tenaga kerja), dan i (biaya modal)
→ TC = K (i) + L (w)
d.     Kriteria efisiensi produksi dari fungsi produksi jangka panjang adalah : (MPL) / (MPK) = (Wi) / (i)
MPL = δQ / δL, sedangkan, MPK = δQ / δK, dan, Q = τ Kα Lβ
MPL = δQ / δL = δ/ δL (τ Kα Lβ) = α δ L (α-1) Kβ = α δ Lα Kβ / L = β (Q/L)
MPK = δQ / δK = δ/ δK (Ï„ Kα Lβ)  =  α δ K(α-1) Lβ = α δ Kα Lβ / K = α (Q/K)
(MPL)/(MPK) = β (Q/L) / α (Q/K) = K/Q α/β Q/L = K/ αβ /L = β/α K/L
Dengan demikian, maka kriteria efisiensi produksi jangka panjang, adalah : β/α (K/L) = W/I, atau β/α (K/L) - W/I = 0, oleh karena itu, maka:
1.     Bila β/α (K/L) > W/I → Sistem Produksi adalah padat modal (capital intensive)
2.     Bila β/α (K/L) < W/I → Sistem Produksi adalah padat karya (labor intensive)
e.     Elastisitas Total Cost (Total Cost Elasticity)
Untuk memperkirakan fungsi TC, fungsi biaya tersebut dikonversikan kedalam fungsi logaritma, sehingga: Log TC = log a + b log Q + t log (w/i) + log i → agar a, b, dan t, bisa diperkirakan, maka pada rumusan diatas secara matematika a = 1, sehingga:
Log (TC/ i) = log a + b log Q + t log (w/i) → b : Elastisitas TC
Sehingga : b > 1 → Long Run AVC Increasing (diseconomic of scale)
                    b = 1 → Long Run AVC Constant (constant of scale)
                    b < 1 → Long Run AVC Decreasing (economic of scale)

2.6  Skala Ekonomis
Skala ekonomis adalah rentang produksi dimana penambahan output (peningkatan volume produksi, Q) menghasilkan biaya rata-ta per unit (ATC), yang menurun. Seperti terlihat pada gambar berikut ini, penurunan ATC terjadi sampai sauatu titik dan kemudian naik kembali, sebanding dengan naiknya volume produksi.


BAB 3
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
1.     Biaya adalah pengeluaran yang tidak dapat dielakkan (unavoidable expenses) dalam melakukan suatu kegiatan. Dengan demikian, secara konsep, maka pengertian biaya adalah sebagai berikut:
a.      Biaya (cost) tidak sama dengan pengeluaran (expenses)
b.     Biaya (cost) harus menggambarkan kegiatan
c.      Biaya (cost)  harus relevan dengan kegiatan yang dilakukan
2.     Teori biaya dikembangkan berdasarkan teori produksi, yaitu bagaimana mendapatkan formulasi input (biaya) yang paling efisien untuk menghasilkan output (produksi) tertentu. Dengan demikian, maka teori biaya digunakan untuk:
Menentukan tingkat output (produksi) yang optimum dengan biaya minimum.
          Biaya = fungsi (Produksi)
Analisis terhadap faktor-faktor ekonomi dan teknologi yang menunjang produksi untuk mendapatkan “teknologi yang tepat, dan yang cocok dengan kondisi perusahaan”, dengan biaya minimum.
3.     Jenis biaya dikelompokkan menjadi:
a.      Menurut Realitas (Realisasi) Pembayarannya
1)     Biaya pengorbanan (Opportunity Cost)
2)     Biaya sebenarnya (Real Cost)
b.     Menurut Konsep Pencatatan
1)     Biaya akuntansi (accouting cost)
2)     Biaya ekonomis (economic cost)
c.      Menurut Periode atau Waktu
1)     Biaya jangka pendek (short run cost)
2)     Biaya Jangka Panjang (long run cost)
d.     Menurut Karakteristik Jumlahnya
1)     Biaya Tetap
2)   Biaya Variabel  (Variabel Cost)
e.      Menurut Karakteristik Satuannya
1)     Biaya total (total cost/ TC)
2)     Biaya rata-rata perunit output (Average Total Cost / ATC)
3)     Biaya Marginal (Marginal Cost / MC)
f.    Menurut Relevansinya
1)     Biaya Relevan
2)     Biaya Irrelevan
4.     Memperkirakan Fungsi Biaya Jangka pendek (Short Run Cost)
Untuk jangka pendek biaya dapat dikelompokkan menjadi biaya tetap (TFC) dan biaya variabel (TVC). → TC = TFC + TVC → yang perlu diperkirakan adalah  TVC dan AVC.
5.     Memperkirakan Fungsi Biaya Jangka Panjang (Long Run Cost)
Untuk jangka pendek biaya dapat dikelompokkan menjadi biaya tetap (TFC) dan biaya variabel (TVC). → TC = TFC + TVC → yang perlu diperkirakan adalah  TVC dan AVC.
6.     Skala ekonomis adalah rentang produksi dimana penambahan output (peningkatan volume produksi, Q) menghasilkan biaya rata-ta per unit (ATC) yang menurun.

 

Daftar Pustaka
Ahmad, Kamaruddin. 2005. Akuntansi Manajemen. Bandung: Alfabeta
Alam S. 2013. Ekonomi. Jakarta: Esis
Arsyad, Lincolin. 2008. Ekonomi Manajerial – Ekonomi Mikro Terapan Untuk Manajemen Bisnis Edisi 4. Yogyakarta : BPFE
Garrison, Ray H,  Eric W. Noreen, 2002. Akuntansi Manajerial. Jakarta : Salemba Empat
Hansen Don R, Maryanne M. Mowen. (2000). Akuntansi Manajemen. Edisi Kedua.(Diterjemahkan oleh: A. Hermawan). Penerbit Erlangga. Jakarta.
Henry Simamora.2002. Akuntansi Manajemen. Jakarta: Salemba Empat.
Mulyadi. 2005. Akuntansi Biaya,edisi ke-6. Yogyakarta: STIE YKPN
Noor, Henri Faizal, 2008. Ekonomi Manjerial. RajaGrafindo Perasada. Jakarta.
Simamora, Hendri, 2002. Akuntansi Manajemen, Edisi kedua. Yogyakarta: UPP AM YKPN.
Supriyono, R.A. 2002. Akuntansi Biaya : Perencanaan dan Pengendalian Biaya, Serta Pembuatan Keputusan. Yogyakarta : Liberty.
Supriyono. 2000. Akuntansi Biaya, Buku 1, edisi dua. Yogyakarta: BPFE