Sunday, 3 January 2016

Review Artikel Keuangan



REVIEW ARTIKEL


Judul Artikel     :    Menjaga Rupiah Tidak Lemas Meningkatkan Kapasitas Faktor Endowment
Oleh                  :    Arif Santoso
Sumber             :    Majalah Warta Ekonomi (Edisi 07 Tahun 2015)

PERMASALAHAN
1.     Sejak pertengahan tahun 2014 rupiah mulai melemah akibat situasi politik yang berkaitan dengan kampanye pemilihan presiden. Hingga memasuki awal tahun, di minggu pertama maret 2015, 1 dolar amerika tembus Rp13.000. Meskipun demikian rupiah relatif stabil dan malah menguat terhadap mata uang lain seperti euro, yen dan dolar Australia. Berbeda kondisinya pada tahun 1998 karena hampir melemah terhadap semua mata uang asing.
2.     Capital resources Indonesia masih belum sebagus negara tetangga. Jika pemegang SBN lebih banyak investor domestik maka akan membantu menghambat arus migrasi dana tersebut, sayangnya investor domestik masih sedikit. Kenaikan suku bunga global akan memicu migrasi dana tersebut ke tempat yang memberikan yield lebih besar.
3.     Pasar keuangan kita masih dangkal, peran pasar modal masih terbatas (pertumbuhan rata-rata 4% setahun). Padahal pasar modal bisa menjadi sumber dana murah, namun hingga kini belum dioptimalkan peranannya (kapitalisasi saham terhadap PDB untuk Indonesia paling rendah dibanding negara tetangga yakni hanya 48%).
4.     Pelaku bisnis domestik kesulitan mendapatkan pendanaan dalam negeri, mereka berpaling ke pinjaman luar negeri yang tingkat bunganya lebih rendah.
5.     Ekspor Indonesia masih didominasi oleh produk primer dengan nilai tambah rendah dan dihantui kemerosotan harga).
6.     Produk manufaktur dan tekstil dipengaruhi oleh naiknya nilai dolar, karena masih adanya ketergantungan yang tinggi atas impor barang modal dan bahan baku industri. Apalagi jika negara tujuan ekspor produk mengalami depresiasi mata uang, produk ekspor Indonesia menjadi mahal di pasar luar negeri. Kinerja yang terganggu ini nantinya akan mempengaruhi pencapaian target pertumbuhan ekonomi.

Judul Artikel     :    Rupiah Tak Stabil, Produsen Obat Kerek Harga Jual
Oleh                  :    Hendra Soeprajitno
Sumber             :    Majalah Marketeers (Edisi Oktober 2013)

PERMASALAHAN

1.     Fluktuasi dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar memaksa industri farmasi untuk menaikkan harga jual produk mereka, karena mayoritas bahan baku obat masih merupakan produk impor.


Judul Artikel     :    Lindung Nilai dan Fluktuasi Nilai Tukar Dolar
Oleh                  :    Agus Aryanto
Sumber             :    Majalah Warta Ekonomi (Edisi 09 Tahun 2015)

PERMASALAHAN

1.     Kurs nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sempat terpuruk di level Rp13.171 pada 16 maret 2015, nilai terlemah sepanjang awal tahun 2015.
2.     Fluktuasi kurs rupiah menyebabkab tak sedikit perusahaan mengalami kerugian karena rugi kurs. Pasalnya berbagai biaya berdenominasi mata uang tersebut menekan kinerja keuangan perusahaan.
3.     Perkembangan ekonomi global dan domestik telah mengakibatkan gejolak nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Kondisi ini memberikan dampak negatif bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia yang menggunakan dolas AS dalam setiap transaksi.
4.     Hedging dilakukan sebagai upaya perusahaan memitigasi risiko agar tidak mengalami kerugian yang terlalu dalam saat rupiah bergerak melemah. Namun konsekuensinya jika rupiah menguat maka perusahaan akan tetap membayarkan  besaran premi sesuai kesepakatan.

 
PEMBAHASAN
     Salah satu ciri dari era globalisasi yang sedang atau akan kita hadapi di masa depan, ditandai dengan adanya perdagangan bebas. Perdagangan bebas mendatang yang akan kita hadapi, diwarnai dengan semakin meningkatnya persaingan serta gejolak harga pasar yang membuat ketidakpastian usaha semakin meningkat untuk mempertahankan usahanya, maka perusahaan dituntut untuk mampu mengembangkan usaha hingga ke dunia internasional. Akibatnya perusahaan akan melakukan transaksi dengan perusahaan di luar negeri.
     Perdagangan dua negara tidaklah sama dengan perdagangan satu negara yang memakai satu mata uang, karena untuk perdagangan dua negara memakai dua mata uang yang sangat berbeda. Adanya transaksi dengan mata uang yang berbeda dapat menimbulkan risiko keuangan bagi perusahaan akibat adanya perubahan kurs mata uang. Risiko tersebut dapat dihindari dengan melakukan transaksi tunai. Namun tidak semua transaksi yang terjadi pada perusahaan dapat dilakukan secara tunai, akibatnya akan timbul hutang dan piutang dalam mata uang asing. Sehingga apabila terjadi perubahan nilai tukar valuta asing, perusahaan akan mengalami kerugian/keuntungan akibat perubahan tersebut.
     Tidak hanya perusahaan yang bekerja sama dengan perusahaan di luar negeri yang akan menghadapi risiko keuangan akibat fluktuasi nilai tukar mata uang asing. Tetapi risiko ini juga akan dihadapi oleh para importir / eksportir serta perusahaan-perusahaan yang bertransaksi atau mempunyai kewajiban dan aktiva dalam bentuk mata uang asing. Bahkan tidak hanya itu, perusahaan yang tidak bertransaksi dalam valuta asing pun ( tidak melakukan aktivitas internasional, ekpor maupun impor ) juga akan terpengaruh oleh risiko nilai tukar.
     Untuk itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perusahaan-perusahaan yang sering kali atau kerap bertransaksi dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan nilai tukar dan suku bunga. Diantaranya yaitu perusahaan harus melakukan peramalan pergerakan kurs valuta asing, memonitor kinerja perusahaan terhadap risiko kerugian yang ditimbulkan oleh fluktuasi valuta asing, serta merancang strategi untuk menghindari kerugian dari risiko fluktuasi valuta asing (hedging). Untuk itu sangat penting artinya bagi perusahaan melakukan tindakan lindung nilai (hedging ).
     Hedging adalah suatu tindakan melindungi perusahaan untuk menghindari atau mengurangi risiko kerugian atas valuta asing sebagai akibat dari terjadinya transaksi bisnis. Sehingga  perusahaan dapat melakukan penjualan atau pembelian sejumlah mata uang, untuk menghindari risiko kerugian akibat selisih kurs yang terjadi karena adanya transaksi bisnis yang dilakukan perusahaan tersebut.
     Hedging sangat bermanfaat bagi perusahaan yang memiliki usaha dan kerap bertransaksi yang berkaitan dengan suku bunga atau nilai tukar. Jika perusahaan mempunyai hutang dalam valuta asing dan suku bunga mengambang, mereka pasti akan terpengaruh. Menghadapi suku bunga yang cenderung naik dan nilai tukar berfluktuatif, kebutuhan hedging juga dirasakan semakin besar khususnya oleh perusahaan-perusahaan umum yang kerap melakukan ekspor dan impor.
     Hedging juga dapat mengurangi kemungkinan bangkrut, memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan kredit dari kreditor dengan lebih mudah, menjalin kerjasama yang lebih baik dengan pemasok, dan barangkali memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan pinjaman dengan suku bunga yang lebih rendah (karena risiko yang dirasakan oleh pemberi pinjaman lebih rendah). Hedging juga dapat memungkinkan perusahaan untuk meramalkan pengeluaran dan penerimaan kas di masa depan dengan lebih akurat, sehingga dapat mempertinggi kualitas dari keputusan penganggaran kas.
     Jika perusahaan multinasional memutuskan untuk melakukan lindung nilai ( Hedging ) sebagian atau seluruh exposure transaksinya, perusahaan dapat menggunakan perangkat-perangkat hedging berupa kontrak futures, kontrak forward, instrumen pasar uang, dan opsi valuta. Salah satu teknik hedging yang banyak disukai dan digunakan oleh perusahaan multinasional yaitu hedging contract forward. Kontrak forward diimplementasikan menggunakan kurs forward ( forward rate ). Kurs forward mewakili kurs penukaran valuta pada suatu waktu di masa depan. Jika sebuah perusahaan multinasional memperkirakan akan adanya kebutuhan atau penerimaan suatu valuta asing tertentu di masa depan, perusahaan tersebut dapat melakukan kontrak forward untuk mengunci kurs pembelian atau penjualan valuta tersebut. Strategi ini digunakan untuk berlindung dan kemungkinan valuta yang dimaksud mengalami depresiasi di kemudian hari. Periode forward yang paling umum adalah 30, 60, 90, 180, 360 hari, walaupun periode-periode lain juga tersedia. Kurs forward dari suatu valuta biasanya akan bervariasi menurut panjangnya periode forward. Dalam dunia nyata sekarang, semua perusahaan multinasional mengggunakan kontrak forward.
     Beberapa alasan mengapa teknik ini lebih sering digunakan adalah adanya keluwesan yang dimiliki oleh kontrak forward, yaitu dengan mengijinkan pembeli untuk mendapatkan valuta asing pada setiap hari selama beberapa hari sebelum periode kontrak sehingga keluwesan ini dapat membebaskan pembeli dari ketidakpastian. Kontrak forward dengan bank dapat dibuat untuk setiap jumlah yang diinginkan sedangkan untuk kontrak futures dan opsi valuta, jumlah nilai kontrak dan tanggal jatuh tempo telah terstandarisasi, tidak fleksibel seperti kontrak forward. Selain itu kontrak forward memiliki jangka waktu kontrak maksimum yang relatif panjang, yaitu beberapa tahun dibanding dengan kontrak futures dan opsi valuta yang hanya memiliki waktu maksimum 12 bulan dan 9 bulan. Selain itu, di pasar forward tidak terdapat aturan formal dan universal untuk melakukan penyesuaian terhadap simpanan karena fluktuasi kurs spot mendatang yang diharapkan dan nilai kontrak forward. Di pasar forward tidak terdapat persyaratan marjin yang formal dan universal.
     Kestabilan nilai tukar mata uang suatu negara merupakan hal penting untuk dijaga karena nilai tukar mata uang merupakan salah satu indikator penting dalam perekonomian baik bagi perekonomian domestik maupun internasional. Dalam situasi perekonomian yang terbuka, kestabilan nilai tukar mata uang suatu negara jelas dipengaruhi oleh mata uang negara lain, tidak terkecuali rupiah.
Dampak Mata Uang Terhadap Perekonomian
     Tingkat sebuah mata uang memiliki dampak langsung pada aspek-aspek ekonomi berikut ini:
1.     Perdagangan Barang. Perdagangan barang disini mengacu pada perdagangan internasional suatu negara, atau ekspor dan impor. Secara umum, mata uang yang lemah akan merangsang ekspor dan membuat impor lebih mahal, sehingga mengurangi defisit perdagangan suatu negara (atau meningkatkan surplus) dari waktu ke waktu. Depresiasi mata uang lokal Anda adalah alasan utama mengapa bisnis ekspor Anda tetap kompetitif di pasar internasional. Sebaliknya, mata uang yang menguat secara signifikan dapat mengurangi daya saing ekspor dan membuat impor lebih murah, yang dapat menyebabkan defisit perdagangan akan terus berlanjut, dan kemudian nantinya melemahnya mata uang bisa saja terjadi untuk penyesuaian keadaan. Tapi sebelum penyesuaian ini  terjadi, sektor industri yang sangat berorientasi pada ekspor dapat hancur terlebih dahulu karena mata uang yang  terlalu kuat.
2.     Arus Modal. Modal asing akan cenderung mengalir ke negara-negara yang memiliki pemerintahan yang kuat, ekonomi dinamis dan mata uang yang stabil. Sebuah negara perlu memiliki mata uang yang relatif stabil untuk menarik modal investasi dari investor asing. Jika tidak, prospek pertukaran kerugian yang diakibatkan oleh depresiasi mata uang dapat menghalangi investor luar negeri. Arus modal dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yang utama yaitu:
Investasi Asing Langsung (FDI), di mana investor asing mengambil saham di perusahaan yang ada atau membangun fasilitas baru di luar negeri. FDI adalah sumber dana penting  untuk ekonomi negara berkembang seperti China dan India, yang pertumbuhannya akan terganggu jika modal tidak tersedia, dan
Investasi Portofolio Asing, di mana investor asing berinvestasi di sekuritas luar negeri. 
     Pemerintah lebih menyukai FDI daripada investasi portofolio asing, karena investasi portofolio asing lebih seperti “uang panas” yang dapat meninggalkan negara ketika keadaan menjadi sulit. Fenomena ini, disebut sebagai “pelarian modal”, yang dapat dipicu oleh peristiwa negatif, termasuk devaluasi yang diharapkan atau diantisipasi dari mata uang.
3.     Inflasi. Sebuah mata uang yang terdevaluasi dapat mengakibatkan “impor” inflasi bagi negara-negara importir besar. Penurunan mendadak sebesar 20% dari mata uang domestik dapat menyebabkan produk impor naik hingga 25% atau lebih yang artinya bahwa penurunan 20% mengharuskan peningkatan sebesar 25% untuk kembali ke modal awal.
4.     Suku Bunga. Seperti disebutkan sebelumnya, tingkat nilai tukar adalah pertimbangan utama bagi sebagian besar bank sentral saat mengatur kebijakan moneter. Sebuah mata uang domestik yang kuat memberikan suatu hambatan pada ekonomi, ia akan memberikan hasil akhir yang sama seperti kebijakan moneter yang lebih ketat (yaitu suku bunga yang lebih tinggi). Selain itu, pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut pada saat mata uang domestik sudah terlalu kuat dapat memperburuk masalah dengan menarik “uang panas” lebih dari investor asing, yang sedang mencari investasi untuk penghasilan lebih tinggi (yang selanjutnya akan mendongkrak mata uang domestik).

No comments:

Post a Comment