REVIEW ARTIKEL
Judul Artikel : Menjaga Rupiah Tidak Lemas Meningkatkan
Kapasitas Faktor Endowment
Oleh : Arif Santoso
Sumber : Majalah
Warta Ekonomi (Edisi 07 Tahun 2015)
PERMASALAHAN
1.
Sejak
pertengahan tahun 2014 rupiah mulai melemah akibat situasi politik yang
berkaitan dengan kampanye pemilihan presiden. Hingga memasuki awal tahun, di
minggu pertama maret 2015, 1 dolar amerika tembus Rp13.000. Meskipun demikian
rupiah relatif stabil dan malah menguat terhadap mata uang lain seperti euro,
yen dan dolar Australia. Berbeda kondisinya pada tahun 1998 karena hampir
melemah terhadap semua mata uang asing.
2.
Capital
resources Indonesia masih belum sebagus negara tetangga. Jika pemegang SBN
lebih banyak investor domestik maka akan membantu menghambat arus migrasi dana
tersebut, sayangnya investor domestik masih sedikit. Kenaikan suku bunga global
akan memicu migrasi dana tersebut ke tempat yang memberikan yield lebih besar.
3.
Pasar
keuangan kita masih dangkal, peran pasar modal masih terbatas (pertumbuhan rata-rata
4% setahun). Padahal pasar modal bisa menjadi sumber dana murah, namun hingga
kini belum dioptimalkan peranannya (kapitalisasi saham terhadap PDB untuk
Indonesia paling rendah dibanding negara tetangga yakni hanya 48%).
4.
Pelaku
bisnis domestik kesulitan mendapatkan pendanaan dalam negeri, mereka berpaling
ke pinjaman luar negeri yang tingkat bunganya lebih rendah.
5.
Ekspor
Indonesia masih didominasi oleh produk primer dengan nilai tambah rendah dan
dihantui kemerosotan harga).
6.
Produk
manufaktur dan tekstil dipengaruhi oleh naiknya nilai dolar, karena masih
adanya ketergantungan yang tinggi atas impor barang modal dan bahan baku
industri. Apalagi jika negara tujuan ekspor produk mengalami depresiasi mata
uang, produk ekspor Indonesia menjadi mahal di pasar luar negeri. Kinerja yang
terganggu ini nantinya akan mempengaruhi pencapaian target pertumbuhan ekonomi.
Judul Artikel : Rupiah Tak Stabil, Produsen Obat Kerek
Harga Jual
Oleh : Hendra Soeprajitno
Sumber : Majalah
Marketeers (Edisi Oktober 2013)
PERMASALAHAN
1.
Fluktuasi
dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar memaksa industri farmasi untuk
menaikkan harga jual produk mereka, karena mayoritas bahan baku obat masih
merupakan produk impor.
Judul Artikel : Lindung
Nilai dan Fluktuasi Nilai Tukar Dolar
Oleh : Agus Aryanto
Sumber : Majalah Warta Ekonomi (Edisi 09 Tahun 2015)
PERMASALAHAN
1.
Kurs
nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sempat terpuruk di level Rp13.171 pada 16
maret 2015, nilai terlemah sepanjang awal tahun 2015.
2.
Fluktuasi
kurs rupiah menyebabkab tak sedikit perusahaan mengalami kerugian karena rugi
kurs. Pasalnya berbagai biaya berdenominasi mata uang tersebut menekan kinerja
keuangan perusahaan.
3.
Perkembangan
ekonomi global dan domestik telah mengakibatkan gejolak nilai tukar rupiah
terhadap dollar AS. Kondisi ini memberikan dampak negatif bagi
perusahaan-perusahaan di Indonesia yang menggunakan dolas AS dalam setiap
transaksi.
4.
Hedging
dilakukan sebagai upaya perusahaan memitigasi risiko agar tidak mengalami
kerugian yang terlalu dalam saat rupiah bergerak melemah. Namun konsekuensinya
jika rupiah menguat maka perusahaan akan tetap membayarkan besaran premi sesuai kesepakatan.
PEMBAHASAN
Salah satu ciri dari era
globalisasi yang sedang atau akan kita hadapi di masa depan, ditandai dengan
adanya perdagangan bebas. Perdagangan bebas mendatang yang akan kita hadapi,
diwarnai dengan semakin meningkatnya persaingan serta gejolak harga pasar yang
membuat ketidakpastian usaha semakin meningkat untuk mempertahankan usahanya,
maka perusahaan dituntut untuk mampu mengembangkan usaha hingga ke dunia
internasional. Akibatnya perusahaan akan melakukan transaksi dengan perusahaan
di luar negeri.
Perdagangan dua negara tidaklah
sama dengan perdagangan satu negara yang memakai satu mata uang, karena untuk
perdagangan dua negara memakai dua mata uang yang sangat berbeda. Adanya
transaksi dengan mata uang yang berbeda dapat menimbulkan risiko keuangan bagi
perusahaan akibat adanya perubahan kurs mata uang. Risiko tersebut dapat
dihindari dengan melakukan transaksi tunai. Namun tidak semua transaksi yang
terjadi pada perusahaan dapat dilakukan secara tunai, akibatnya akan timbul
hutang dan piutang dalam mata uang asing. Sehingga apabila terjadi perubahan
nilai tukar valuta asing, perusahaan akan mengalami kerugian/keuntungan akibat
perubahan tersebut.
Tidak hanya perusahaan yang
bekerja sama dengan perusahaan di luar negeri yang akan menghadapi risiko
keuangan akibat fluktuasi nilai tukar mata uang asing. Tetapi risiko ini juga
akan dihadapi oleh para importir / eksportir serta perusahaan-perusahaan yang
bertransaksi atau mempunyai kewajiban dan aktiva dalam bentuk mata uang asing.
Bahkan tidak hanya itu, perusahaan yang tidak bertransaksi dalam valuta asing pun
( tidak melakukan aktivitas internasional, ekpor maupun impor ) juga akan
terpengaruh oleh risiko nilai tukar.
Untuk itu ada beberapa hal yang
harus diperhatikan oleh perusahaan-perusahaan yang sering kali atau kerap
bertransaksi dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan nilai tukar dan suku
bunga. Diantaranya yaitu perusahaan harus melakukan peramalan pergerakan kurs
valuta asing, memonitor kinerja perusahaan terhadap risiko kerugian yang
ditimbulkan oleh fluktuasi valuta asing, serta merancang strategi untuk
menghindari kerugian dari risiko fluktuasi valuta asing (hedging). Untuk itu sangat penting artinya bagi perusahaan
melakukan tindakan lindung nilai (hedging
).
Hedging adalah suatu tindakan melindungi perusahaan untuk
menghindari atau mengurangi risiko kerugian atas valuta asing sebagai akibat
dari terjadinya transaksi bisnis. Sehingga
perusahaan dapat melakukan penjualan atau pembelian sejumlah mata uang,
untuk menghindari risiko kerugian akibat selisih kurs yang terjadi karena adanya
transaksi bisnis yang dilakukan perusahaan tersebut.
Hedging sangat bermanfaat bagi perusahaan yang memiliki usaha
dan kerap bertransaksi yang berkaitan dengan suku bunga atau nilai tukar. Jika
perusahaan mempunyai hutang dalam valuta asing dan suku bunga mengambang,
mereka pasti akan terpengaruh. Menghadapi suku bunga yang cenderung naik dan
nilai tukar berfluktuatif, kebutuhan hedging
juga dirasakan semakin besar khususnya oleh perusahaan-perusahaan umum yang
kerap melakukan ekspor dan impor.
Hedging juga dapat mengurangi kemungkinan bangkrut, memungkinkan
perusahaan untuk mendapatkan kredit dari kreditor dengan lebih mudah, menjalin
kerjasama yang lebih baik dengan pemasok, dan barangkali memungkinkan
perusahaan untuk mendapatkan pinjaman dengan suku bunga yang lebih rendah
(karena risiko yang dirasakan oleh pemberi pinjaman lebih rendah). Hedging juga dapat memungkinkan
perusahaan untuk meramalkan pengeluaran dan penerimaan kas di masa depan dengan
lebih akurat, sehingga dapat mempertinggi kualitas dari keputusan penganggaran
kas.
Jika perusahaan multinasional
memutuskan untuk melakukan lindung nilai ( Hedging
) sebagian atau seluruh exposure transaksinya, perusahaan dapat menggunakan
perangkat-perangkat hedging berupa
kontrak futures, kontrak forward, instrumen pasar uang, dan opsi
valuta. Salah satu teknik hedging
yang banyak disukai dan digunakan oleh perusahaan multinasional yaitu hedging contract forward. Kontrak forward diimplementasikan menggunakan
kurs forward ( forward rate ). Kurs forward
mewakili kurs penukaran valuta pada suatu waktu di masa depan. Jika sebuah
perusahaan multinasional memperkirakan akan adanya kebutuhan atau penerimaan
suatu valuta asing tertentu di masa depan, perusahaan tersebut dapat melakukan
kontrak forward untuk mengunci kurs
pembelian atau penjualan valuta tersebut. Strategi ini digunakan untuk
berlindung dan kemungkinan valuta yang dimaksud mengalami depresiasi di
kemudian hari. Periode forward yang
paling umum adalah 30, 60, 90, 180, 360 hari, walaupun periode-periode lain
juga tersedia. Kurs forward dari
suatu valuta biasanya akan bervariasi menurut panjangnya periode forward. Dalam dunia nyata sekarang,
semua perusahaan multinasional mengggunakan kontrak forward.
Beberapa alasan mengapa teknik
ini lebih sering digunakan adalah adanya keluwesan yang dimiliki oleh kontrak forward, yaitu dengan mengijinkan
pembeli untuk mendapatkan valuta asing pada setiap hari selama beberapa hari
sebelum periode kontrak sehingga keluwesan ini dapat membebaskan pembeli dari
ketidakpastian. Kontrak forward
dengan bank dapat dibuat untuk setiap jumlah yang diinginkan sedangkan untuk
kontrak futures dan opsi valuta,
jumlah nilai kontrak dan tanggal jatuh tempo telah terstandarisasi, tidak
fleksibel seperti kontrak forward.
Selain itu kontrak forward memiliki
jangka waktu kontrak maksimum yang relatif panjang, yaitu beberapa tahun
dibanding dengan kontrak futures dan
opsi valuta yang hanya memiliki waktu maksimum 12 bulan dan 9 bulan. Selain
itu, di pasar forward tidak terdapat
aturan formal dan universal untuk melakukan penyesuaian terhadap simpanan
karena fluktuasi kurs spot mendatang yang diharapkan dan nilai kontrak forward.
Di pasar forward tidak terdapat
persyaratan marjin yang formal dan universal.
Kestabilan nilai tukar mata uang
suatu negara merupakan hal penting untuk dijaga karena nilai tukar mata uang
merupakan salah satu indikator penting dalam perekonomian baik bagi
perekonomian domestik maupun internasional. Dalam situasi perekonomian yang
terbuka, kestabilan nilai tukar mata uang suatu negara jelas dipengaruhi oleh
mata uang negara lain, tidak terkecuali rupiah.
Dampak Mata Uang Terhadap
Perekonomian
Tingkat sebuah mata uang
memiliki dampak langsung pada aspek-aspek ekonomi berikut ini:
1.
Perdagangan Barang. Perdagangan barang disini mengacu pada perdagangan
internasional suatu negara, atau ekspor dan impor. Secara umum, mata uang yang
lemah akan merangsang ekspor dan membuat impor lebih mahal, sehingga mengurangi
defisit perdagangan suatu negara (atau meningkatkan surplus) dari waktu ke
waktu. Depresiasi mata uang lokal Anda adalah alasan utama mengapa bisnis
ekspor Anda tetap kompetitif di pasar internasional. Sebaliknya, mata uang yang
menguat secara signifikan dapat mengurangi daya saing ekspor dan membuat impor
lebih murah, yang dapat menyebabkan defisit perdagangan akan terus berlanjut,
dan kemudian nantinya melemahnya mata uang bisa saja terjadi untuk penyesuaian
keadaan. Tapi sebelum penyesuaian ini
terjadi, sektor industri yang sangat berorientasi pada ekspor dapat
hancur terlebih dahulu karena mata uang yang
terlalu kuat.
2.
Arus Modal.
Modal asing akan cenderung mengalir ke negara-negara yang memiliki pemerintahan
yang kuat, ekonomi dinamis dan mata uang yang stabil. Sebuah negara perlu
memiliki mata uang yang relatif stabil untuk menarik modal investasi dari
investor asing. Jika tidak, prospek pertukaran kerugian yang diakibatkan oleh
depresiasi mata uang dapat menghalangi investor luar negeri. Arus modal dapat
diklasifikasikan menjadi dua jenis yang utama yaitu:
Investasi Asing Langsung (FDI), di mana investor asing mengambil saham di perusahaan
yang ada atau membangun fasilitas baru di luar negeri. FDI adalah sumber dana
penting untuk ekonomi negara berkembang
seperti China dan India, yang pertumbuhannya akan terganggu jika modal tidak
tersedia, dan
Investasi Portofolio Asing, di mana investor asing berinvestasi di sekuritas luar
negeri.
Pemerintah lebih menyukai FDI daripada investasi
portofolio asing, karena investasi portofolio asing lebih seperti “uang panas”
yang dapat meninggalkan negara ketika keadaan menjadi sulit. Fenomena ini,
disebut sebagai “pelarian modal”, yang dapat dipicu oleh peristiwa negatif,
termasuk devaluasi yang diharapkan atau diantisipasi dari mata uang.
3.
Inflasi.
Sebuah mata uang yang terdevaluasi dapat mengakibatkan “impor” inflasi bagi
negara-negara importir besar. Penurunan mendadak sebesar 20% dari mata uang
domestik dapat menyebabkan produk impor naik hingga 25% atau lebih yang artinya
bahwa penurunan 20% mengharuskan peningkatan sebesar 25% untuk kembali ke modal
awal.
4.
Suku Bunga.
Seperti disebutkan sebelumnya, tingkat nilai tukar adalah pertimbangan utama
bagi sebagian besar bank sentral saat mengatur kebijakan moneter. Sebuah mata
uang domestik yang kuat memberikan suatu hambatan pada ekonomi, ia akan
memberikan hasil akhir yang sama seperti kebijakan moneter yang lebih ketat
(yaitu suku bunga yang lebih tinggi). Selain itu, pengetatan kebijakan moneter
lebih lanjut pada saat mata uang domestik sudah terlalu kuat dapat memperburuk
masalah dengan menarik “uang panas” lebih dari investor asing, yang sedang
mencari investasi untuk penghasilan lebih tinggi (yang selanjutnya akan
mendongkrak mata uang domestik).
No comments:
Post a Comment